PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara yang terletak di garis khatulistiwa memiliki potensi pertanian yang sangat baik. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan signifikan bagi perekonomian Indonesia. Kekayaan keanekaragaman hayati di Indonesia belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal. Sumber daya hayati seharusnya dapat dipenuhi dengan memanfaatkan kekayaan hayati sebagai penyedia bahan kebutuhan. Selain itu, kebutuhan manusia dan kegiatannya harus diselaraskan dengan pemeliharaan keanekaragaman hayati.
Melimpahnya sumber daya hayati menjadikan pertanian di Indonesia sebagai pemegang peranan penting. Potensi tersebut akan menjadi peluang besar bagi bangsa Indonesia untuk dapat memajukan sektor pertaniannya. Kemajuan dalam sektor pertanian tentu akan membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat, karena sejatinya pertanian merupakan napas kehidupan bagi bangsa Indonesia. Pertanian dapat memberikan sumber kehidupan sebuah negara dalam mencukupi kebutuhan pangan rakyatnya. Namun selain sebagai sumber pemenuhan kebutuhan, di sisi lain masih banyaknya permasalahan yang belum teratasi.
Fase pembangunan pertanian di Indonesia mengalami pasang surut, hal ini dikarenakan sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh kebijakan ekonomi makro yang diterapkan. Sektor pertanian juga dipengaruhi oleh banyaknya faktor yang masuk baik faktor eksternal maupun internal.Â
Banyaknya faktor yang masuk menjadikan pertanian sebagai sebuah sektor yang memiliki tingkat risiko yang tinggi dan ketidakpastian dalam hal produksi pertaniannya. Permasalahan yang begitu banyak dalam sektor pertanian sudah pasti akan dirasakan oleh para petani sebagai pelaku utama pembangunan pertanian, tak terkecuali pada petani yang mebudidayakan komoditas bawang merah.
Petani bawang merah dalam meningkatkan produktivitasnya harus memiliki kemampuan dalam hal menyusun strategi serta mengelola atau memanajemen sebuah produksi dengan baik agar dapat mempermudah pencapaian tujuan. Kualitas sumber daya manusia yang rendah akan berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani dan perolehan hasil produksi.Â
Adanya kualitas sumber daya yang rendah akan menimbulkan banyak masalah, sehingga hal tersebut dapat menjadi sebuah masalah serius yang harus segera di atasi. Banyaknya permasalahan yang kompleks dapat menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi para petani khususnya petani bawang merah.
Menurut Sugandhy, seorang pakar pengelolaan lingkungan hidup (2017) menuturkan, petani bawang merah dalam praktik budidaya juga harus menghadapi banyaknya permasalahan yang muncul mulai dari pertanian on farm hingga off farm. Krisis ekonomi yang menyebabkan naiknya harga kebutuhan pokok bawang merah sebagai bahan baku industri makanan telah menimbulkan berbagai kerusuhan.Â
Kerusuhan ini bahkan telah menembus sampai kawasan perdesaan, hal ini disebabkan karena desa telah kehilangan daya tahan atau penopang dalam menghadapi kirisis pangan. Kondisi yang diharapkan mampu menopang sektor pertanian saat ini sangat rentan, karena adanya ketergantungan pada bahan baku impor.
Ketahanan pangan akan kebutuhan bawang merah sangatlah berkurang, karena selama ini investasi yang ada sebagian besar bukan untuk pembangunan industri yang berbasis sumber daya alam hayati. Penulisanan ini bertujuan untuk memberikan informasi dan solusi terhadap berbagai permasalahan yang harus dihadapi oleh petani bawang merah di Indonesia.
PEMBAHASAN
Bawang merah dikategorikan sebagai komoditas strategis karena banyak dibutuhkan sebagian besar masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memengaruhi makro ekonomi dan tingkat inflasi yang tinggi. Komoditas yang tergolong ke dalam sayuran rempah unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif banyak dibutuhkan masyarakat sebagai pelengkap bumbu masak guna menambah cita rasa dan kenikmatan makanan.Â
Selain itu, bawang merah juga dibutuhkan masyarakat sebagai bahan baku bagi industri makanan dan farmasi. Komoditas bawang merah merupakan sumber pendapatan petani maupun ekonomi negara dengan nilai ekonomis yang tinggi serta sumber kesempatan kerja yang dapat memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah (Tience dkk., 2017).
Berdasarkan Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2019), pada tahun 2018 konsumsi bawang merah perkapita perminggu sebesar 53 kg, konsumsi ini mengalami peningkatan sebesar 7,52% dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 49 kg/kapita perminggu. Prediksi bawang merah diperkirakan akan mengalami peningkatan pada tahun 2019-2021.Â
Bawang merah berperan sebagai komoditas andalan dan sumber pendapatan bagi sebagian masyarakat Indonesia. Penanaman bawang merah dilakukan sebanyak empat kali dalam setahun. Pada umumnya petani masih menggunakan benih umbi bawang merah lokal yang ditanam secara terus-menerus.Â
Hal ini dikarenakan rendahnya produktivitas, sehingga menyebabkan harga bawang menyusut dan sulit untuk di ekspor ke luar negeri. Upaya yang dapat dilakukan guna meningkatkan produktivitas bawang merah yaitu dengan melakukan pemuliaan tanaman. Teknik pemuliaan dapat dilakukan dengan teknik mutasi. Tujuan dari dilakukannya mutasi tanaman yaitu untuk perbaikan varietas serta memperoleh keragaman genetik yang memiliki keunggulan yang diharapkan (Suliartini dkk., 2019).
Teknik budidaya bawang merah yang kurang optimal juga memicu produktivitas menurun. Kebanyakan petani kurang memperhatikan jenis tanah yang cocok untuk membudidayakan bawang merah serta asal-asalan dalam pemberian pupuk. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi serta pengetahuan yang didapat petani terkait masalah tersebut.Â
Syarat tumbuh bawang merah harus sangat diperhatikan. Tanah yang cocok untuk budidaya bawang merah yaitu tanah sawah atau tegalan, karena memiliki tekstur sedang hingga liat. Jenis tanah yang cocok yaitu tanah alluvial dan latosol dengan ketinggian 0-400 mdpl (Fauzian, 2017).
Pemberian dosis pupuk pada tanaman bawang merah harus sesuai dengan takaran. Pemupukan dasar pada bawang merah yaitu dengan memberikan pupuk urea sebanyak 2-4 kg dengan campuran pupuk sp-36 sebanyak 15-25 kg dan NPK sebanyak 15 kg dengan dosis 20kg/1000 m2 untuk satu hektar sawah.Â
Pemupukan susulan dilakukan untuk menambah unsur hara pada tanah yang sudah mulai berkurang. Pemberian pupuk susulan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu dengan pemberian dosis 5-9 kg pupuk ZA dan 10-14 kg pupuk KCL. Pada saat pemupukan dianjurkan untuk jangan sampai mengenai tanaman agar tanaman tidak terbakar dan terganggu pertumbuhannya. Dosis pemberian pupuk bervariasi tergantung dari Jenis dan kondisi tanah (Hartatik dkk., 2015).
Pembudidayaan bawang merah di Indonesia umumnya menggunakan sistem irigasi permukaan, dimana dalam budidaya bawang merah membutuhkan banyak air irigasi. Pemanfaatan lahan optimalisasi air permukaan sangat signifikan dalam meningkatkan ketersediaan air. Kebutuhan air tanaman dipengaruhi oleh koefisien tanaman.Â
Pengetahuan petani mengenai koefisien tanaman masih sangat terbatas, sehingga kebutuhan air secara tepat belum banyak diketahui. Upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan tersebut, yaitu dengan dilakukannya penyuluhan kepada petani dan pembimbingan mengenai sistem irigasi. Hal tersebut akan menumbuhkan minat petani dalam hal pengoptimalisasian air.
Kondisi yang terjadi sekarang, banyak lahan pertanian yang dialihfungsikan  sebagai lahan bangunan. Adanya alih fungsi lahan akan mengakibatkan penyusutan lahan para petani bawang merah, sedangkan lahan merupakan sumber daya modal utama yang dapat mendukung proses produksi pertanian. Luas lahan yang mengalami penurunan tentunya juga akan mempengaruhi produksi bawang merah.Â
Upaya dalam mengatasi permasalahan penyusutan lahan bawang merah dapat dilakukan dengan cara pemantapan areal usahatani melalui penyusunan areal dalam pengembangan komoditas bawang merah, pengelompokkan lahan milik petani yang terpisah menjadi satu hamparan, dan menerapkan pola mekanisasi.
Berkurangnya lahan tanaman bawang merah dari tahun-ketahun disebabkan karena adanya penurunan minat para petani, hal tersebut terjadi karena para petani sering mengalami kerugian. Kerugian yang sering dialami menyebabkan para petani bawang merah memilih untuk beralih menanam komoditas lain yang dianggap lebih menguntungkan. Penyebab dari kerugian yang harus dialami petani, yaitu dikarenakan rendahnya harga bawang merah dipasaran. Rendahnya harga bawang merah yang merupakan alasan lain dari turunnya minat para petani. juga menjadi sebuah imbas dari adanya kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan ekspor bawang.
Menurut Aldila dkk (2017), produksi bawang merah di Indonesia bersifat musiman seperti halnya dengan hasil pertanian lainnya. Produksi bawang merah akan berkurang di musim hujan dan akan melimpah di musim kemarau, sementara kebutuhan akan bawang merah hampir digunakan setiap hari sebagai bumbu pelengkap dapur bahkan pada hari-hari besar keagamaan permintaan bawang merah cenderung melonjak.Â
Adanya produksi bawang yang semakin berkurang mengakibatkan kebutuhan bawang di luar musim panen banyak yang tidak dapat terpenuhi, begitupula sebaliknya ketika terjadi stok yang melimpah akibat panen yang berlebih mengakibatkan harga bawang ditingkat petani anjlok. Upaya yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya keanjlokan harga yaitu dengan menerapkan kebijakan proteksi harga ditingkat petani. Proteksi harga ditingkat petani harus dilakukan demi menjaga kestabilan harga di dalam negeri sehingga masyarakat dapat menjangkaunya.
Dilansir dari laman bisnis.com (2/03/2020), "Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim, Hadi Sulistyo mengatakan bahwa terjadinya penurunan harga produksi dibandingkan tahun sebelumnya. Pada komoditas bawang merah, Jawa Timur mengalami surplus karena rata-rata konsumsi bawang merah mereka hanya sebesar 100.800 ton. Surplus pada tahun lalu mampu mencapai 306.212 ton, namun pada tahun ini diperkirakan hanya mengalami surplus sebesar 277.733 ton". Upaya untuk menangani surplus produksi bawang merah perlu dilakukan penyerapan bawang merah petani dengan mendorong industri lokal makanan  agar harga tetap stabil dipasaran dan tidak anjlok saat panen.
Harga penjualan bawang merah di tingkat petani idealnya berkisar antara Rp. 10.000-12.000/kg. Namun jika harga jual petani di bawah harga ideal, dapat dipastikan petani akan merugi dan tidak akan mendapatkan keuntungan sama sekali. Upaya yang harus dilakukan yaitu dengan menetapkan harga pembelian bawang merah untuk Bulog.Â
Hal ini dapat meminimalisir kerugian petani. Tingkat resiko budidaya bawang merah sangat tinggi, karena bawang merah mempunyai sifat cepat membusuk jika tidak segera dilakukan penanganan. Hal yang mendukung adanya resiko tersebut yaitu petani sangat kekurangan modal dalam penyediaan tempat yang layak. Permasalahan tersebut dapat diatasi pemerintah dengan adanya fasilitas penunjangan jasa produksi pertanian seperti adanya penyediaan perkreditan, asuransi, penyediaan transportasi dan pergudangan.Â
Perbedaan pola produksi dan permintaan pasar menyebabkan terjadinya gejolak harga pada waktu tertentu. Gejolak harga tersebut dapat berupa lonjakan kenaikan harga pada saat permintaan lebih tinggi. Begitupun sebaliknya, harga akan merosot pada saat pasokan lebih tinggi dari permintaan.Â
Jika hal tersebut terus menerus terjadi, maka konsumen di kalangan menegah ke bawah tentu tidak akan mampu untuk membeli komoditi bawang merah dalam hal pemenuhan kebutuhan mereka. Pemerintah berencana akan melakukan upaya kebijakan impor. Hal yang melatarbelakangi dilakukannya kebijakan impor yaitu untuk menekan harga pasar agar semua kalangan masyarakat mampu membeli bawang merah. Namun, adanya kebijakan impor, juga akan mengancam keberlangsungan poduksi bawang merah.
Rencana pemerintah dengan dilakukannya kebijakan impor tentu saja akan menimbulkan pro dan konta baik itu ditingkat petani maupun ditingkat pemerintah sendiri. Jika impor diberlakukan maka akan menyebabkan petani mengalami kerugian hingga puluhan juta rupiah dan harga bawang merah nasional menjadi sangat anjlok. Jika hal tersebut dibiarkan terus menerus maka minat budidaya bawang merah akan semakin berkurang dan petani akan beralih ke tanaman lain yang mereka anggap lebih menguntungkan dan tidak banyak mengeluarkan modal serta tingkat resiko yang sangat kecil.
Tingginya harga bawang merah tidaklah menguntungkan bagi petani, selain disebabkan oleh sedikitnya produksi juga disebabkan oleh panjangnya rantai pemasaran dan banyaknya pedagang tengkulak yang memainkan harga. Pedagang yang menahan surplus produksi bawang merah akan menyebabkan naiknya harga bawang merah di pasaran, padahal harga ditingkat petani masih normal.Â
Koordinasi antara kementerian pertanian dengan kementerian perdagangan sangat perlu dilakukan dalam mengatasi masalah kenaikan harga yang sering terjadi. Pemerintah dapat memutus rantai tengkulak dengan dilakukannya pengelolaan pascapanen pada saat stok pasokan melimpah. Pengelolaan pascapanen yang baik akan meminimalisir terjadinya rantai pemasaran yang panjang dan petani mendapatkan harga jual yang layak untuk usahatani mereka. Selain dilakukannya pengelolaan pascapanen, sangat diperlukan pembenahan tata niaga Bulog untuk membeli bawang merah produksi petani.
Kebutuhan bawang merah yang semakin meningkat merupakan peluang pasar yang besar serta menjadi motivasi petani untuk meningkatkan produksi bawang merah. Usaha budidaya bawang merah memiliki prospek dan peluang yang sangat baik di masa yang akan datang. Besarnya peluang usaha untuk dapat menjangkau pasar nasional maupun internasional menjadikan bawang merah sebagai salah satu komoditi prioritas dalam pengembangan sayuran di Indonesia. Hal ini harus ditunjang dengan adanya penyediaan benih yang bermutu, teknik budidaya yang tepat, perbaikan sarana dan prasarana produksi serta penerapan SOP yang baik dan benar. Adanya penanganan pasca panen yang baik, maka dapat meningkatkan nilai jual bawang merah.
PENUTUP
Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi. Pertanian memiliki peranan yang sangat penting karena telah menjadi inti kehidupan bagi bangsa Indonesia. Kenyataan yang terjadi justru menunjukkan bahwa, belum adanya kebijakan yang secara sadar menjadikan pertanian sebagai kepentingan nasional. Petani sebagai pelaku utama dalam pembangunan pertanian juga belum memiliki kehidupan yang sejahtera, karena harus terus menghadapi risiko dan ketidakpastian produksi pertaniannya. Permasalahan dalam sektor pertanian bisa dikatakan cukup banyak dan sangat kompleks, termasuk juga dalam usahatani komoditas bawang merah. Petani bawang merah harus menghadapi berbagai permasalahan mulai dari penyusutan lahan, teknis budidaya yang buruk, penurunan produktivitas bawang merah, penurunan pendapatan, keterbatasan modal, kualitas SDM pertanian yang rendah, dan kurangnya kapasitas kelembagaan pertanian bawang merah. Tingginya permintaan bawang merah yang tidak diiringi dengan peningkatan produksi akan menjadi sebuah masalah, maka adanya pengambilan kebijakan pemerintah harus dilakukan dengan segera serta dapat menjadikan pertanian sebagai bagian dari kehidupan masyarakat dalam menjaga eksistensi kedaulatannya. Secara ekonomi, semakin tinggi keuntungan usahatani yang dicapai maka akan menunjukkan keberhasilan petani dalam menjalankan usahataninya. Upaya pengembangan usahatani bawang merah diarahkan untuk mewujudkan agribisnis dan agroindustri yang memiliki daya saing tinggi, berkelanjutan, serta mampu meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia.
REFERENSI
Â
Aldila, H. F., A. Fariyanti, N. Tinaprilla. 2017. Daya Saing Bawang Merah di Wilayah Sentra Produksi di Indonesia. Manajemen dan Agribisnis, 14(1): 43-53.
Â
Fauzian, R. 2017. Budidaya Bawang Merah (Allium cepa var. aggregatum) pada Lahan Kering Menggunakan Irigasi Spray Hose pada Berbagai Volume Irigasi dan Frekuensi Irigasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Â
Hartatik, W., Husnain, L. R. Widowati. 2015. Peranan Pupuk Organik dalam Peningkatan Produktivitas Tanah dan Tanaman. Sumberdaya Lahan, 9(2): 107-120.
Â
Manurung, M. 2019. "Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian", 10(1). http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/arsip-buletin/53-buletin-konsumsi/620-buletin-konsumsi-vol-10-no-1-2019, diakses pada 18 Juni 2020 pukul 01.49.
Â
Sugandhy, A. 2017. Potensi Sumber Daya Hayati Sebagai Penunjang Pembangunan Daerah yang Berkelanjutan. Berita Biologi, 5(5): 461-467.
Â
Suliartini, N. W. S., Asniah, W. O. Nuraida. 2019. Radio Sensitivitas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Lokal Sulawesi Tenggara Terhadap Iradiasi Gamma. Crop Agro, 12(1): 9-16.
Tience, E., Pakpahan, K. Tarigan, D. Aditya. 2017. Respon Petani dalam Budidaya Bawang Merah di Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara. Agrica Ekstensia, 11(1): 6-15.
Widarti, P. 2020. "Produksi Bawang Merah Jatim Diperkirakan Surplus 277.733 Ton". https://surabaya.bisnis.com/read/20200302/532/1207899/produksi-bawang-merah-jatim-diperkirakan-surplus-277.733-ton, diakses pada 18 Juni 2020 pukul 2.48.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H