Bawang merah dikategorikan sebagai komoditas strategis karena banyak dibutuhkan sebagian besar masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memengaruhi makro ekonomi dan tingkat inflasi yang tinggi. Komoditas yang tergolong ke dalam sayuran rempah unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif banyak dibutuhkan masyarakat sebagai pelengkap bumbu masak guna menambah cita rasa dan kenikmatan makanan.Â
Selain itu, bawang merah juga dibutuhkan masyarakat sebagai bahan baku bagi industri makanan dan farmasi. Komoditas bawang merah merupakan sumber pendapatan petani maupun ekonomi negara dengan nilai ekonomis yang tinggi serta sumber kesempatan kerja yang dapat memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi wilayah (Tience dkk., 2017).
Berdasarkan Buletin Konsumsi Pangan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2019), pada tahun 2018 konsumsi bawang merah perkapita perminggu sebesar 53 kg, konsumsi ini mengalami peningkatan sebesar 7,52% dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 49 kg/kapita perminggu. Prediksi bawang merah diperkirakan akan mengalami peningkatan pada tahun 2019-2021.Â
Bawang merah berperan sebagai komoditas andalan dan sumber pendapatan bagi sebagian masyarakat Indonesia. Penanaman bawang merah dilakukan sebanyak empat kali dalam setahun. Pada umumnya petani masih menggunakan benih umbi bawang merah lokal yang ditanam secara terus-menerus.Â
Hal ini dikarenakan rendahnya produktivitas, sehingga menyebabkan harga bawang menyusut dan sulit untuk di ekspor ke luar negeri. Upaya yang dapat dilakukan guna meningkatkan produktivitas bawang merah yaitu dengan melakukan pemuliaan tanaman. Teknik pemuliaan dapat dilakukan dengan teknik mutasi. Tujuan dari dilakukannya mutasi tanaman yaitu untuk perbaikan varietas serta memperoleh keragaman genetik yang memiliki keunggulan yang diharapkan (Suliartini dkk., 2019).
Teknik budidaya bawang merah yang kurang optimal juga memicu produktivitas menurun. Kebanyakan petani kurang memperhatikan jenis tanah yang cocok untuk membudidayakan bawang merah serta asal-asalan dalam pemberian pupuk. Hal ini disebabkan karena kurangnya informasi serta pengetahuan yang didapat petani terkait masalah tersebut.Â
Syarat tumbuh bawang merah harus sangat diperhatikan. Tanah yang cocok untuk budidaya bawang merah yaitu tanah sawah atau tegalan, karena memiliki tekstur sedang hingga liat. Jenis tanah yang cocok yaitu tanah alluvial dan latosol dengan ketinggian 0-400 mdpl (Fauzian, 2017).
Pemberian dosis pupuk pada tanaman bawang merah harus sesuai dengan takaran. Pemupukan dasar pada bawang merah yaitu dengan memberikan pupuk urea sebanyak 2-4 kg dengan campuran pupuk sp-36 sebanyak 15-25 kg dan NPK sebanyak 15 kg dengan dosis 20kg/1000 m2 untuk satu hektar sawah.Â
Pemupukan susulan dilakukan untuk menambah unsur hara pada tanah yang sudah mulai berkurang. Pemberian pupuk susulan dilakukan pada saat tanaman berumur 2 minggu dengan pemberian dosis 5-9 kg pupuk ZA dan 10-14 kg pupuk KCL. Pada saat pemupukan dianjurkan untuk jangan sampai mengenai tanaman agar tanaman tidak terbakar dan terganggu pertumbuhannya. Dosis pemberian pupuk bervariasi tergantung dari Jenis dan kondisi tanah (Hartatik dkk., 2015).
Pembudidayaan bawang merah di Indonesia umumnya menggunakan sistem irigasi permukaan, dimana dalam budidaya bawang merah membutuhkan banyak air irigasi. Pemanfaatan lahan optimalisasi air permukaan sangat signifikan dalam meningkatkan ketersediaan air. Kebutuhan air tanaman dipengaruhi oleh koefisien tanaman.Â
Pengetahuan petani mengenai koefisien tanaman masih sangat terbatas, sehingga kebutuhan air secara tepat belum banyak diketahui. Upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan tersebut, yaitu dengan dilakukannya penyuluhan kepada petani dan pembimbingan mengenai sistem irigasi. Hal tersebut akan menumbuhkan minat petani dalam hal pengoptimalisasian air.