Mohon tunggu...
Aliya Rahmawati Nur Izuri
Aliya Rahmawati Nur Izuri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Sosiologi, FIS UNJ

Sunrise.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Quarter Life Crisis pada Pemuda Millennial

28 April 2020   21:24 Diperbarui: 29 April 2020   23:17 1463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lalu bagaimana pemicu quarter life crisis pada generasi millennial?

Telah dipaparkan sebelumnya bahwa generasi millennial merupakan generasi yang erat dengan penggunaan gawai dan media sosial. Di era globalisasi tentu telah banyak platform media sosial yang bermunculan dimana penggunanya dapat mengunggah apapun yang diinginkannya. Platform media sosial yang cukup banyak digunakan yaitu seperti youtube, instagram, facebook dan twitter. Media sosial tersebut kerap kali digunakan untuk membagikan dan menyampaikan hal-hal yang menarik bagi penggunanya, baik kegiatan yang tengah dilakukan, maupun pencapaian yang dimiliki. Antara lain seperti bercerita tentang pekerjaan, foto bersama pasangan, maupun pencapaian lain seperti saat dapat berlibur, dapat membeli sesuatu, dan lain-lain. Meskipun tidak ada maksud bagi penggunanya kecuali hanya untuk sekedar tempat bercerita, namun lain halnya bagi mereka yang melihatnya karena seolah makin merasa tertuntut.

Media sosial telah sangat memicu munculnya quarter life crisis karena tanpa sadar kita akan membandingkan hidup yang tengah kita jalani dengan hidup yang telah dimiliki orang lain. Kita akan mulai merasa tidak percaya diri dengan yang tengah dijalani, mulai merasa kurang atas apa yang dimiliki. Serta bertanya-tanya "Kapan saya seperti itu?", "Apakah saya bisa seperti dia?". "Mengapa saya tidak begitu?", "Kok hidup dia lebih mudah?," "Kok dia bisa memiliki itu?" dan pertanyaan-pertanyaan lain yang menjurus pada rasa kekhawatiran diri. Kita yang tengah merasa ragu dan bingung dalam menjalani hidup dan mengambil langkah, kian ragu melihat segala pencapaian yang dimiliki orang lain melalui media sosial. Sehingga muncul rasa rendah diri yang membuat kita merasa tertinggal dan berpikir bahwa kita bukan siapa-siapa dibanding mereka.

Secara tidak sadar, media sosial telah memberikan toksik bagi diri pemuda karena akan cenderung menimbulkan pikiran dan perasaan yang memperkeruh saat berada pada fase quarter life crisis. Hal tersebut disebabkan media sosial banyak menyajikan segala jenis unggahan pengguna media sosial lain. Kita akan merasa hidup mereka jauh lebih baik, hidup mereka terasa lebih mudah, dan apa yang mereka jalani terlihat lebih menyenangkan. Alam bawah sadar kita akan membandingkan pencapaian yang telah mereka miliki dengan pencapaian yang telah kita miliki, dan itu bukanlah hal yang baik. Mengingat bahwa sebenarnya setiap orang memiliki alurnya masing-masing dalam menjalani hidup.

Kita merasa rendah diri sebab kita hanya melihat bagian permukaan mereka yang terlihat indah. Kita tidak mengetahui bagaimana kisah dan perjuangan dibaliknya untuk sampai di titik itu. Tentu mereka dihadapkan pada pilihan dan kecemasan yang telah berhasil mereka lalui. Kita pun harus menanamkan dalam diri bahwa tidak ada perjuangan yang instan. Serta belum tentu apa yang terlihat bagus di luar juga terlihat bagus di dalam.

Meskipun kita menyadari bahwa hidup bukanlah kompetisi, nyatanya ketakutan yang dirasakan pemuda atas perbedaan memang benar dirasakan adanya. Perasaan cemas memikirkan hidup yang seolah belum berada pada titik yang diharapkan. Maupun rasa bingung atas pencapaian yang dimiliki apakah memang sudah sesuai dengan yang diinginkan. Selain itu juga terdapat keraguan lain dalam mempertimbangkan untuk bersikap idealis maupun realistis. Sebagai pemuda tentu terdapat karakter idealis yang memiliki prinsip kuat dan berkeinginan kokoh. Namun nyatanya, di sisi lain pemuda juga harus bersikap realistis dengan melihat kondisi yang ada. Pemuda tidak dapat serta merta mengikuti arus lingkungan yang berpegang teguh pada prinsip idealis dengan mengikuti passion namun tidak mempertimbangkan kondisi sehingga mengabaikan kenyataan yang ada.

Lalu bagaimana pemuda millennial harus bersikap menghadapi quarter life crisis?

Berhenti membandingkan pencapaian diri dan orang lain. Mungkin terdengar klise, namun itu adalah langkah penting yang harus dilakukan. Harus selalu diingat bahwa setiap orang memiliki langkahnya masing-masing dalam mencapai sesuatu. Kita juga tidak mengetahui bagaimana perjuangan yang telah dilaluinya. Saat kita melihat seseorang berada jauh di depan kita bukan berarti kita tidak dapat menyusulnya. Toh hidup bukan tentang kompetisi, bukan? Jadi tidak ada kata terlambat dalam meraih kesuksesan seperti apa yang telah diharapkan. Sebab yang terpenting adalah bagaimana kita terus berjuang dan menghargai proses yang telah kita lewati. Sabar, dan biarkan pengalaman menjadi pembelajaran dalam mewujudkan harapan yang telah diimpikan.

Berhenti mengikuti standar sosial masyarakat. Ketakutan dan kecemasan yang kita rasakan pada fase quarter life crisis tentu diperparah dengan adanya standar sosial yang dibuat masyarakat. Seperti mengenai standar usia pernikahan maupun jumlah pendapatan. Hal tersebut dapat meningkatkan rasa rendah diri sebab dirasa belum mampu mencapai standar yang dibuat oleh masyarakat. Sehingga muncul kecemasan dalam diri yang mengatakan, "Oh harusnya seperti itu ya", "Kok saya belum seperti itu ya". Untuk itu berhentilah mengikuti standar sosial masyarakat. Sebab dapat meningkatkan rasa cemas dan menurunkan rasa percaya diri. Untuk itu tetaplah fokus pada apa yang dikerjakan tanpa menggubris apa yang orang katakan. Tutup telinga terhadap cibiran sekitar dan jangan biarkan lingkungan mengendalikan hidupmu.

Kontrol penggunaan media sosial. Bagi generasi millennial, penggunaan media sosial dengan intensitas yang cukup tinggi dapat memberburuk fase quarter life crisis. Dimana kita disajikan segala pencapaian yang dimiliki orang lain sehingga tanpa sadar akan membandingkannya dan berujung pada rasa takut dan bingung atas apa yang telah dilakukan. Dengan sejenak menutup media sosial tentu akan memberikan dampak yang baik bagi pikiran dan perasaan. Untuk itu mulai kontrolah penggunaan media sosial demi kebaikan diri kita sendiri.

Ketahui prioritas dan kenali potensi. Dengan mengetahui dan memahami potensi yang dimiliki serta prioritas yang dituju, tentu akan membantu pemuda dalam menghadapi fase quarter life crisis. Sehingga dapat mengurangi keraguan yang dirasakan dan tahu apa yang harus dilakukan. Adanya prioritas menjadi tuntunan dalam mengambil langkah menjalani kehidupan untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Untuk itu penting agar kita dapat mengenali diri dengan baik. Sehingga kita tahu pilihan yang harus kita ambil dari beragam pilihan yang ada. Serta tetap dapat berada di jalan yang tepat dalam mewujudkan harapan sesuai yang telah direncanakan. Meskipun harus realistis, pemuda juga harus memiliki sikap idealis yang terus berprinsip dan berkeinginan kokoh atas mimpi yang telah dibuatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun