"Ia Kak, itu ibunya. Ayo Kak." Ajak Saiful mendekati ibunya Rahmat.
Saat kami mendekat, ibu tersebut menengok dan sangat terkejut mungkin karena melihat anaknya di gendong tak berdaya oleh orang yang tak ia dikenal.
"Ipul, kenapa Rahmat?" tanya beliau dengan rasa cemas.
"Biasa Bu, dia keseleo lagi saat main bola. Nah, Kakak ini yang mengantarkan Mamet ke rumah." Jelas Saiful kepada ibunya Rahmat.
"Aduh Mas, terima kasih banyak ya."
"Sama-sama, Bu. Oh ya, Ibu punya balsam dan kain buat membalut kaki? Apabila Ibu berkenan, saya sekalian ingin mencoba mengobati Rahmat." pintaku pada ibu yang berpenampilan tertutup rapat dan menggunakan kain penutup kepala.
"Oh, ada Mas. Tunggu sebentar ya." Balas ia dengan ramah.
Memang beda kehidupan di kota dan di desa. Mungkin kalau kejadian ini di kota, seorang ibu tak akan mempercayai anaknya dirawat oleh orang asing sepertiku. Tapi alangkah indahnya kehidupan di desa, semua saling percaya satu dengan yang lain, itupun saling percaya pada batas-batas tertentu.
"Kak, Ipul boleh tanya?" pinta Ipul menepuk pundakku dari belakang.
Akupun menengok dan menundukan badanku sembari menggendong Rahmat. "Ipul mau tanya apa?"
"Nama Kakak itu Arkan ya? Kakak tinggal dimana?" tanya polos Saiful.