Macam-macam Rujuk
1. Hukum rujuk pada talak raj'i. Kaum muslimin telah sependapat bahwa suami mempunyai hak rujuk istri pada talak raji selama masih berada dalam masa iddah tanpa mempertimbangkan persetujuan istri, Fuqoha juga sependapat bahwa syariat talak raji ini harus terjadi setelah dukhul (pergaulan) dan rujuk dapat terjadi dengan kata-kata dan saksi. Adapun batas-batas tubuh bekas istri yang boleh dilihat oleh suami, fuqoha berselisih pendapat mengenai batas-batas yang boleh dilihat oleh suami dari istrinya yang dijatuhi talak raj'i selama ia berada dalam masa iddah. Malik berpendapat bahwa suami tidak boleh bersepi-sepi dengan istri tersebut, tidak boleh masuk kekamarnya kecuali atas persetujuan istri, dan tidak boleh melihat rambutnya. Abu Hanifah berpendapat bahwasanya tidak mengapa (tidak berdosa) istri tersebut berhias diri untuk suaminya, memakai wangiwangian, serta menampakan jari-jemari dan celak. Pendapat ini dikemukakan pula oleh Tsauri, Abu Yusuf, dan Auza'i.
2. Hukum Rujuk pada Talak Bain. Talak bain bisa terjadi karena bilangan talak yang kurang dari tiga. Ini terjadi pada yang belum digauli tanpa diperselisihkan. Talak bain bisa terjadi pada istri yang menerima khulu', dengan silang pendapat. Hukum rujuk sesudah talak tersebut sama dengan nikah baru, yakni tentang persayaratan adanya mahar, wali, dan persetujuan. Hanya saja, jumhur fuqoha berpendapat bahwa untuk perkawinan ini tidak dipertimbangkan berakhirnya masa iddah. Mazhab sepakat tentang orang yang telah menalak istrinya dengan talak tiga. Ia tidak boleh menikahinya lagi hingga istrinya yang telah ditalaknya dinikahi oleh orang lain dan disetubuhi dalam pernikahan yang sah. Adapun, yang dimaksud pernikahan dalam masalah ini adalah termasuk persetubuhannya. Hal ini merupakan sayarat diperbolehkannya menikahi lagi bagi suami pertama mantan istrinya tersebut bercerai dengan suami yang baru
Dari berbagai hukum rujuk yang telah dikemukakan di atas, yang paling utama ada lima (5) macam yang tergantung kepada kondisi, antara lain: wajib, haram, makruh, jaiz, dan sunah.
1) Suami wajib merujuk istrinya apabila saat dithalak dia belum menyempurnakan pembagian waktunya (apabila istrinya lebih dari satu).
2) Suami haram merujuk istrinya apabila dengan rujuk itu justru menyakiti hati istrinya.
3) Suami makruh merujuk istrinya apabila rujuk justru lebih buruk dari cerai (cerai lebih baik dari rujuk).
4) Suami jaiz atau mubah (bebas) merujuk istrinya. Suami sunah merujuk istrinya apabila rujuk itu ternyata lebih menguntungkan bagi semua pihak (termasuk anak).
Syarat dan Rukun Rujuk menurut Kompilasi Hukum Islam
- Syarat Rujuk
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), pada dasarnya pelaksanaan rujuk harus memenuhi persyaratan normatif dan teknis. Adapun persyaratan normatif di antaranya yaitu:
1. Suami yang hendak merujuk haruslah dengan niat dan kesadarannya sendiri jadi rujuk yang dilakukan bukan dalam keadaan terpaksa.