Mohon tunggu...
Alisya SalsaBila
Alisya SalsaBila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruna Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

Taruna Politeknik Ilmu Pemasyarakatan, dibawah naungan Kementerian Hukum dan HAM

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Jurnal Penelitian Hukum Normatif

11 September 2023   14:35 Diperbarui: 11 September 2023   14:35 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JURNAL 1

Reviewer                         : Alisya Salsa Bila (STB 4368 / No. Absen 06)

Dosen Pembimbing   : Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.

Judul                                 : PENERAPAN HUKUM PIDANA PADA TINDAK PIDANA GRATIFIKASI YANG DILAKUKAN DALAM JABATAN

Penulis                             : Fariaman Laia

Jurnal                                : Jurnal Panah Keadilan

Volume & Tahun          : Vol. 1 No. 2 -- Agustus 2022

Link Artikel Jurnal      : https://jurnal.uniraya.ac.id/index.php/PanahKeadilan/article/view/448/374

Pendahuluan              : Salah satu kejahatan yang sangat merugikan masyarakat adalah tindak pidana korupsi melalui gratifikasi. Gratifikasi merupakan tindakan seseorang yang menyalahgunakan kepercayaan dalam suatu masalah atau organisasi untuk mendapatkan keuntungan. Tindak pidana korupsi melalui gratifikasi di Indonesia hingga saat ini masih menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem perekonomian bangsa. Hal ini disebabkan karena korupsi di Indonesia terjadi secara sistemik dan meluas sehingga bukan saja merugikan keuangan negara, namun telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Jadi korupsi berakar dari kekuasaan pada birokrasi yang berkembang dalam kerangka kekuasaan. Dalam struktur seperti ini penyimpangan, korupsi, pencurian mudah berkembang.

Adapun isi Pasal 12 huruf (b) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menentukan bahwa dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah): 1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya. 2. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian          :  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis penerapan hukum pidana pada tindak pidana gratifikasi yang dilakukan dalam jabatan. Berdasarkan Konsep yang pemidanaan yang telah diuraikan oleh penulis, tujuan pemidanaan adalah untuk kepentingan masyarakat demi kelangsungan hidup yang aman, tertib dan sejahtera, dengan merumuskan perpaduan antara penal dan non-penal dalam rangka menanggulangi kejahatan melalui sistem peradilan pidana. Mengenai jenis-jenis sanksi pidana terhadap tindak pidana korupsi yang berlaku di Indonesia, diatur dalam KUHP dan di luar KUHP (Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).

Metode Penelitian     : Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yaitu jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum yang mengkaji tentang studi kepustakaan, yaitu menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. (2012)). Tujuan dari pada penelitian hukum normatif adalah untuk memberikan penjelasan bagaimana menerapkan suatu Peraturan Perundang-undangan.

Obyek Penelitian      : Objek kajian penelitian ini adalah Penelitian Sistematika Hukum dimana penulis melakukan identifikasi terhadap pengertian/dasar hukum Hukum yang dikonsepkan sebagai norma kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi pedoman terhadap perilaku setiap orang dimana dalam Pasal 11 dan 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pendekatan Penelitian          :  Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan, dan pendekatan analitis.

a. Pendekatan Peraturan Perundang-undangan (Statute Aproach) Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Pendekatan peraturan perundang-undangan digunakan untuk mengetahui keseluruhan peraturan hukum khususnya yang tersebut dengan topik penelitian. b. Pendekatan Analitis (Anality Approach) Analitis adalah bersifat analisis. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Pendekatan analitis adalah pendekatan dengan menganalisa bahan hukum untuk mengetahui makna yang terkandung dalam istilah-istilah yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan secara konsepsional.

Jenis dan Sumber Data Penelitiannya        : Dalam penulisan ini data yang digunakan adalah data sekunder. Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. (2012)).

a. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); b) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP); c) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; d) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap; e) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

b. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buku, jurnal dan karya ilmiah lain yang terkait dengan topik penelitian ini. .

c. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum, dan internet.

Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data : Penulisan data ini diperoleh melalui studi Pustaka yakni pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif. Metode analisis tersebut dilakukan dengan deskriptif yaitu suatu cara menginterprestasikan dan menganalisis atau menafsirkan dan menguraikan data yang telah penulis peroleh dari bahan hasil penulisan berdasarkan pada asas-asas hukum, teori-teori hukum, norma hukum, serta konsep yang berkaitan dengan pokok permasalahan secara logis, terstruktur dan sistematis. Analisis data kualitatif menggunakan metode deduktif-induktif yaitu metode yang digunakan dalam pembahasan dengan menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum dan kemudian menilai suatu kejadian yang bersifat khusus untuk menganalisis masalah yang dihadapi.

Hasil Penelitian dan Pembahasan   : Definisi tindak pidana gratifikasi dalam perundang-undangan adalah rumusan-rumusan tentang segala perbuatan yang dilarang dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam peraturan perundang-undangan  Berdasarkan temuan penelitian pada penerapan hukum pidana pada tindak pidana gratifikasi yang dilakukan dalam jabatan, menunjukkan bahwa penerapan hukum pidana pada tindak pidana gratifikasi yang dilakukan dalam jabatan merupakan hal yang sangat bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku karena gratifikasi didasari oleh sebuah kebiasaan yang sering terjadi didalam kehidupan bermasyarakat.

Mencermati putusan yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melanggar ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang unsurnya yakni:

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahuiatau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Sementara ketentuan dalam Pasal 12 b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu:

Mengenai ketentuan pembuktian bahwa gratifikasi atau hadiah yang diterima pegawai negeri adalah bukan suap. Dalam Pasal 12 b disebutkan bahwa jika gratifikasi yang diterima pegawai negeri nilainya Rp. 10 juta atau lebih, maka pembuktian bahwa itu bukan suap dilakukan oleh si penerima gratifikasi. Jika nilai gratifikasi yang diterima kurang dari Rp. 10 juta, maka pembuktian bahwa itu bukan suap dilakukan oleh penuntut umum. Beban pembuktian terhadap penerima gratifikasi sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 12 b ayat 1 huruf a adalah beban pembuktian terbalik yakni yang wajib membuktikan bahwa seseorang tidak melakukan korupsi dalam bentuk gratifikasi adalah si penerima gratifikasi sendiri. Sistem pembuktian terbalik juga terdapat dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 berlaku pada tindak pidana korupsi suap menerima gratifikasi yang nilainya Rp.10 juta atau lebih.

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis berpendapat bahwa terdapat kesalahan dalam menerapkan aturan hukum yang berlaku dimana sesuai dengan fakta bahwa terdakwa selaku pegawai negeri yang bertugas yang melakukan kejahatan-kejahatan tertentu, tetapi ia melakukan perbuatan pidana dengan menerima suatu hadiah atau janji tersebut berkaitan dengan tugasnya, maka hendaknya pasal yang diterapkan terhadap perbuatan terdakwa adalah Pasal 12 b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam dakwaan subsidair, bukan Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kelebihan dan Kekurangan serta Saran    : Secara keseluruhan, jurnal ini memiliki bagian yang lengkap. Pada abstrak dijelaskan secara rinci seluruh bagian jurnal secara singkat. Teori yang digunakan juga tepat dan dijabarkan dengan jelas kaitannya terhadap konsep yang disampaikan. Namun penulis lebih baik menjabarkan Pasal satu per satu bagaimana perbedaan penggunaan Pasal yang diterapkan. Adapun yang menjadi saran dalam penelitian ini yaitu hendaknya para penegak hukum dalam hal ini, polisi, jaksa dan hakim lebih cermat dan teliti dalam menerapkan hukum kepada pelaku sesuai perbuatannya.

JURNAL 2

Reviewer                         : Alisya Salsa Bila (STB 4368 / No. Absen 06)

Dosen Pembimbing   : Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.

Judul                                 : OPTIMALISASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP E-COMMERCE WEBSITES DIKAJI DARI PERPEKTIF HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Penulis                             : Annisa Nur Rahmawati, Febrina Putri, Tsalissya Nabila

Jurnal                                : Jurnal Al Azhar Indonesia Seri Ilmu Sosial

Volume & Tahun          : Vol. 4 No. 2 -- Juni 2023

Link Artikel Jurnal      : https://jurnal.uai.ac.id/index.php/JAISS/article/view/1859/pdf_1

Pendahuluan              : E-commerce websites, yakni situs web yang dapat digunakan untuk aktivitas jual beli secara online, meliputi proses pemesanan, menerima pembayaran, mengelola pengiriman dan logistik, serta menyediakan layanan dukungan pelanggan (AbdAlameer, 2014). Ditilik melalui perspektif hukum, e-commerce websites masuk ke dalam beberapa kategori, yakni pada hukum Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), hukum perlindungan konsumen, dan hukum HKI. Dilihat dari aspek penggunaan internet dan infrastruktur teknologi, kekayaan intelektual memiliki peran penting dalam e-commerce. Pertama, HKI melindungi kepentingan bisnis dan entitas perusahaan atau individu dari persaingan tidak sehat. 

Kedua, kekayaan intelektual terlibat dalam sistem kerja ecommerce sebagai komponen seperti perangkat lunak, chip, jaringan, desain, hingga router yang harus dilindungi untuk memungkinkan berfungsinya Internet. Ketiga, semua ecommerce dan bisnis online didasarkan pada lisensi produk atau paten. Keempat, ecommerce menganggap kekayaan intelektual sebagai aset yang paling berharga dan portofolio Paten dan merek dagang seringkali dimiliki untuk meningkatkan nilai bisnis online mereka. (Kashish Intellectual Property Group (KIPG), 2022). Seiring dengan berkembangnya waktu, regulasi dan implementasi HKI juga harus turut berkembang mengingat permasalahan yang timbul semakin beragam terutama pada era serba digital. Perusahaan perlu memahami pentingnya perlindungan kekayaan intelektual untuk mencapai tujuan yang lebih baik bagi perusahaan kedepannya (Lin, 2021).

Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian          : Penelitian ini dilakukan berfokus untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana langkah yang ditempuh untuk mengoptimalkan perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang ada dalam e-commerce websites. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisis terhadap e-commerce websites dari perspektif hak kekayaan intelektual dan bagaimana upaya hukum untuk mengoptimalkan perlindungan hak kekayaan intelektual terhadap e-commerce websites.

Metode Penelitian     : Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian normatif merupakan penelitian terhadap hal-hal yuridis seperti normanorma hukum yang dijadikan pedoman berperilaku bagi masyarakat (Effendi, 2018).

Obyek Penelitian      : Obyek penelitian dalam jurnal ini adalah optimalisasi perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang ada dalam e-commerce websites

Pendekatan Penelitian          :  Pendekatan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu: (1) Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) yaitu pendekatan dengan cara menganalisis berbagai jenis peraturan perundang-undangan sebagai fokus penelitian (Ibrahim, 2005) 2) Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) yaitu pendekatan dengan menghubungkan prinsip-prinsip hukum dengan doktrin hukum ataupun pendapat sarjana.

Jenis dan Sumber Data Penelitiannya        : Jenis penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan mengkaji bahan hukum primer dan sekunder. Berbagai bahan hukum primer yang dipakai dalam penelitian ini yaitu Peraturan Perundang-Undangan sedangkan untuk bahan hukum sekunder yang digunakan adalah berupa literatur yang ditulis oleh para ahli hukum yang berpengaruh, hasil dari penulisan ilmiah, serta pendapat para sarjana dan ahli.

Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data : Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi kepustakaan, yang dilakukan dengan cara mengkaji literatur dan peraturan perundang-undangan yang relevan dengan topik bahasan penelitian. Sementara itu, Analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode interpretasi secara sistematis, yakni dilakukan dengan menghubungkan penjelasan antara satu pasal dengan pasal lainnya dalam satu atau lebih perundangundangan, yang mana perundang-undangan tersebut harus memiliki substansi yang saling berkaitan

Hasil Penelitian dan Pembahasan   : Dalam sebuah e-commerce website, terdapat banyak komponen yang dapat dilindungi oleh HKI. E-commerce website memuat perlindungan atas berbagai macam HKI seperti Hak Cipta (Copyright), Merek (Trademark), Paten (Patent), Desain Industri (Industrial Design), hingga Rahasia Dagang (Trade Secret). Identifikasi dan klasifikasi yang dilakukan dimaksudkan untuk mengoptimalkan perlindungan HKI terhadap e-commerce website. Upaya proteksi yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan perlindungan HKI terhadap ecommerce website adalah dengan segera mendaftarkan tiap komponen yang mengandung HKI dan bersifat first to file (Merek, Paten, Desain Industri), mendaftarkan domain name, memperketat penjagaan rahasia dagang, mengambil Intellectual Property Insurance, dan terakhir adalah melalui Digital Millennium Copyright Act atau biasa dikenal sebagai DMCA dengan memasang logo proteksi DMCA pada website. Selain itu, perlu untuk memperhatikan terkait potensi permasalahan yurisdiksi maupun masalah kepemilikan HKI oleh pihak ketiga (third party ownsership) dalam mencantumkan suatu karya yang dilindungi oleh HKI dalam ecommerce website terkait. Terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan apabila konten yang telah didaftarkan digunakan tanpa izin, yakni dengan memvalidasi adanya pelanggaran terhadap Hak Cipta, menghubungi pihak pelanggar, serta pengiriman takedown notice.

Kelebihan dan Kekurangan serta Saran    : Jurnal ini berisi berisi dengan berbagai istilah diantaranya E-Commerce, Website dan beberapa konsep lain namun istilah tersebut telah didefinisikan diawal sehingga pembaca memahami konsepnya sebelum membaca jurnal secara keseluruhan. Namun jurnal ini tidak mencantumkan teori yang berkaitan dengan konsep yang diangkat oleh penulis.

JURNAL 3

Reviewer                        : Alisya Salsa Bila (STB 4368 / No. Absen 06)

Dosen Pembimbing  : Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.

Judul                                 : PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG ITE DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN LOVE SCAM

Penulis                            : Desak Nyoman Ayu Melbi Lestari, Anak Agung Sagung Laksmi Dewi, I.B Gede Agustya Mahaputra

Jurnal                               : Jurnal Analogi Hukum

Volume & Tahun         : Vol. 5 No. 1 -- 2023

Link Artikel Jurnal     : https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/analogihukum/article/view/6531

 

Pendahuluan              : Di dunia maya, peluang pelaku kejahatan untuk berbuat kejahatan sangat banyak dan sangat sulit diungkap. Kejahatan yang terjadi di Internet disebut cybercrime. Menurut Parker (dalam Hamzah, 1993) cybercrime adalah sebuah tindakan yang atau kejadian yang berkaitan dengan teknologi komputer, dimana seseorang mendapatkan keuntungan dengan merugikan pihak lain. Cybercrime tidak hanya memanfaatkan kompleksitas teknologi informasi, tetapi juga melibatkan teknologi komunikasi dalam aktivitasnya. Hal ini dapat dilihat dari sudut pandang Indra Safitri yang berpendapat bahwa cybercrime adalah jenis kejahatan yang melibatkan penggunaan teknologi informasi yang tidak terbatas dan memiliki karakteristik teknologi yang kuat.

Konsep/Teori dan Tujuan Penelitian          : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum dalam undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE mengenai tindak pidana penipuan love scam dan unntuk mengetahui bagaimana sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan love scam jika ditinjau dari undangundang nomor 11 tahun 2008 tentang ITE.

Metode Penelitian     : Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif untuk menyelidiki masalah penelitian yang diteliti, yaitu Analisis sastra terhadap bahan hukum primer, sekunder, dan tersier untuk memperoleh kebenaran berdasarkan logika ilmiah dari sudut pandang normatif.

Obyek Penelitian      : Obyek penelitian hukum ini adalah penelitian penemuan Hukum in concreto, dimana penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah suatu postulat normative tertentu dapat atau tidak dapat dipakai untuk menyelesaikan masalah hukum tertentu in concreto.

Pendekatan Penelitian          : Penelitian ini menggunakan pendekatan Peraturan Perundang-undangan (Statute Aproach) Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan

Jenis dan Sumber Data Penelitiannya        : Bahan hukum yang terbagi menjadi bahan hukum primer, sekunder dan tersier digunakan dalam penyusunan penelitian ini. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum primer yang menjadi dasar dan landasan untuk mengkaji permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan berupaya memberikan pengertian, penjelasan dan teori hukum yang digunakan untuk memecahkan masalah yang timbul. Materi undang-undang tingkat ketiga ini juga merupakan bantuan bagi penafsiran materi hukum lain yang melengkapi materi hukum tersebut (Amiruddin & Asikin, 2012).

Teknik Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data : Teknik penulisan yang dilakukan oleh peneliti dalam mengumpulkan bahan hukum adalah Teknik Studi Kepustakaan, dimana informasi yang dikumpulkan atau bahan hukum yang terkait dievaluasi, kemudian diklasifikasikan, dicatat, dikutip dan dirangkum menurut metode kualitatif. Setelah bahan hukum terkumpul, diolah dan dipelajari dengan menggunakan teknik interpretasi hukum kemudian dianalisis dengan menggunakan argumentasi deduktif-induktif berdasarkan teknik analisis dan teknik interpretasi logika hukum.

Hasil Penelitian dan Pembahasan   : Indonesia telah mengadopsi pengaturan transaksi elektronik sejak pemerintah Indonesia memberlakukan UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012. Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE). Indonesia memiliki aturan transaksi elektronik yang ditandai oleh orang-orang yang telah menggunakan banyak metode transaksi elektronik. Berkat peraturan hukum tentang informasi dan transaksi elektronik, konsumen merasa aman.

Perkembangan teknologi yang begitu pesat tindak pidana penipuan love scam sangat erat kaitannya dengan media sosial internet yang di mana media sosial ini menjadi salah satu sarana dalam menjalankan kejahatan love scam. Yang dimana kejahatan love scam ini biasa di lakukan dengan perantara media sosial atupun aplikasi-aplikasi sejenisnya yang di jalankan dengan berbasis internet. Tindak pidana penipuan love scam yang dimana merupakan kejahatan penipuan yang melibatkan media internet sebagai sarana sudah jelas ada kaitan nya dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Dalam hal ini jika kejahatan penipuan di lihat dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE maka pertanggungjawaban hukum yang seharusnya di lakukan yaitu berupa nenerapan hukuman pidana berdasarkan Pasal 28 (1) jika pelaku melaksanakan penipuan love scam dengan penyebaran berita bohong kepada korban dan akan di kenakan sanksi pidana kurungan 6 tahun dan/atau denda Rp. 1 miliar. Biasanya penyebaran berita bohong ini berupa pelaku yang memberikan informasiinformasi palsu pada korbannya ataupun tidak jarang dalam dunia love scam pelaku yang juga menjajakan jasa kencan onlin yang hannya di bayar jika di pesan melakukan penyebaran berita bohong dengan berjanji akan berkencan dengan korban setelah di bayarkan sejumlah uang, namun Ketika sudah di bayarkan pelaku akan menghilang dan memblokir akun korbannya. Tak jarang juga pelaku penipuan love scam memiliki motif yang lebih menyeramkan yaitu dengan mengajak atau merayu korban untuk mengirimkan sejumlah foto maupun video korban yang mengandung unsur intim, setelah itu pelaku akan melakukan pengancaman dan pemerasan terhadap korban dengan ancaman menyebarkan foto atau video tersebut apabila korban tidak menuruti kemauan si pelaku yang biasa meminta sejumlah uang yang merugikan korban. Jika hal ini terjadi maka sanksi pidana kejahatan penipuan love scam jika di lihat melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE adalah dengan diberlakukan pasal 27 (1) yaitu mengenai pengancaman dan pemerasan yang dapat di kenakan sanksi berupa kurungan 6 tahun dan/atau denda Rp. 1 miliar.

Tindak pidana penipuan love scam adalah penipuan dengan modus cinta yang di lakukan oleh pelaku kemudia menimbulkan kerugian di pihak korban. Penipuan Love Scam tak hanya bisa di lakukan dengan media elektronik yang terkoneksi dengan jaringan internet atau disebut dengan kata online untuk menyebarkan penipuan kencan online dengan tujuan menguntungkan dirinya dan menyebabkan kerugian bagi masyarakat pengguna aplikasi tersebut. Dapat di simpulkan pula bahwa mengenai pengaturan terhadap tindak pidana penipuan love scam secara terperinci sebenarnya tidak di atur di dalam KUHP, namun tindakan yang di lakukan seperti penipuan atau penyebaran berita bohong dapat di tinjau dari beberapa pasal. Salah satunya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penipuan. Penggunaan media elektronik sebagai sarana penyebaran informasi palsu diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, namun terdapat celah dalam perlindungan korban. Meskipun Pasal 28(1) UU ITE tidak secara spesifik mengatur pidana penipuan, namun tetap bisa digunakan untuk menindak pelaku penipuan online. Dengan kata lain, UU ITE merupakan lex specialis Pasal 378 KUHP yang merupakan lex generalis penipuan siber.

Kelebihan dan Kekurangan serta Saran    : Dalam jurnal tersebut tidak tercantum teori mengenai permasalahan yang dibahas, selain itu tidak terdapat penjelasan bagaimana penulis melakukan pendekatan dalam melakukan penelitiannya. Penulis hendaknya melengkapi jurnal tersebut dengan memberikan saran terhadap permasalahan yang dibahas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun