Mohon tunggu...
Alisya Pasya Ramadhanti
Alisya Pasya Ramadhanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Jakarta

Pendidikan Sosiologi A 2021

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Paradigma-paradigma dalam Teori Sosiologi Kontemporer

4 September 2022   12:03 Diperbarui: 4 September 2022   16:25 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Paradigma dalam sosiologi merupakan bagian yang sangat melekat pada pandangan seorang sosiolog terhadap suatu fenomena sosial. Paradigma ini pertama kali diperkenalkan oleh fisikawan Amerika Thomas Samuel Kuhn (1922-1996) dalam bukunya The Structure of Scientific Revolution (1962) dan kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs dalam bukunya Sociology of Sociology (1970). 

Menurut Kuhn, paradigma adalah gambaran yang sangat mendasar dari suatu objek ilmiah, lalu paradigma adalah cara mempersepsi realitas sosial yang dibangun dengan mode of thought atau mode of inquiry yang kemudian menghasilkan mode of knowing yang spesifik. Maksudnya untuk berbicara cara berpikir secara mendalam dan menghasilkan pengetahuan.

Menurut George Ritzer perbedaan paradigma terjadi disebabkan karena tiga faktor:

1. Perbedaan pandangan

Perbedaan pandangan filosofis yang mendasari pemikirannya, banyak aliran filsafat menjadi empirisme, materialisme, behaviorisme dan idealisme. Pandangan filosofis ini tentu akan berbeda.

2. Perbedaan teori

Sebagai konsekuensi logis dari pandangan filosofis yang berbeda, para ilmuwan sosial ini juga merumuskan teori dan juga mengembangkan teori yang berbeda dengan menggunakan teori untuk melihat fenomena.

3. Metode - metode

Metode yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan hakikat substansi ilmu berbeda-beda di antara ilmuwan ilmiah lainnya.

Dengan demikian, perbedaan paradigma tidak selalu negatif tetapi bisa juga positif, karena disinilah ilmu pengetahuan terus berkembang karena dengan perbedaan paradigma memperkaya keragaman, terus berkembang, dan ragam produk pengetahuan yang diwakilinya akan runtuh.

Secara garis besar, ada 3 paradigma yang mendominasi dalam keilmuan sosiologi menurut George Ritzer,

1. Fakta Sosial

Paradigma fakta sosial ini bersumber dari pemikiran Emile Durkheim, yang didasari atas karyanya yang berjudul "The Rules of Sociological Method (1895) " dan "Suicide (1897)". Ia mengkritik sosiologi yang didominasi Comte dengan positivismenya bahwa sosiologi dikaji berdasarkan pemikiran, dan bukan fakta nyata di lapangan. 

Durkheim menempatkan fakta sosial sebagai sasaran kajian sosiologi yang harus melalui kajian lapangan field research bukan dengan penalaran murni. Menurut Comte dan Spencer fakta sosial itu tidak dapat dipahami melalui kegiatan spekulatif yang dilakukan dalam pemikiran manusia dan sebaliknya menurut durkheim fakta sosial dipahami melalui kegiatan penyusunan data yang nyata yang dilakukan diluar pemikiran manusia.

Topiknya harus tentang studi fakta sosial dan pembahasan mengenai paradigma fakta sosial yang terdiri dari struktur sosial dan institusi sosial seperti norma, nilai, adat istiadat, dan semua institusi sosial lainnya. Aturan koersif yang bertentangan dengan kehendak manusia, yaitu struktur dan fungsi sosial. Kemudian metode yang digunakan dalam social event modeling biasanya wawancara dan kuisioner.

Durkheim membagi fakta sosial menjadi dua bentuk yaitu fakta sosial material & fakta sosial non material:

a. Fakta sosial material

Kebenaran sosial material terdiri dari sesuatu yang dapat dipahami, dilihat, dan diamati. Hakikat unsur material ini adalah sesuatu yang ada di dunia nyata, dapat diamati dan tidak terpikirkan, seperti bentuk bangunan, hukum dan peraturan.

b. Fakta sosial non-material

Kebenaran sosial non-materi dapat dianggap sebagai ekspresi atau fenomena yang terkandung dalam diri orang itu sendiri tentang layanan sosial material yang hanya muncul dalam kesadaran manusia seperti moralitas, hati nurani, egois, ekstremis dan berpendirian. Studi tentang realitas sosial termasuk kelompok, unit masyarakat, sistem sosial, peran, nilai, keluarga, pemerintah, dll.

Teori-teori yang mendukung paradigma ini yaitu, Teori Fungsional Struktural, Teori Konflik, Teori Sosiologi Makro, dan Teori Sistem.

2. Definisi Sosial

Paradigma ini dilandasi oleh pemikiran Max Weber tentang tindakan sosial (social action). Pemikiran Weber sangat berbeda dengan pemikiran Durkheim. Jika Durkheim memisahkan struktur dan institusi sosial sebagai bagian dari fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat. 

Di sisi lain, Weber melihatnya sebagai satu kesatuan yang membentuk tindakan atau makna manusia. Tindakan sosial adalah tindakan individu (agen) yang memiliki makna subjektif atau sukarela dan diarahkan pada tindakan orang lain. 

Sebaliknya, tindakan individu yang diarahkan pada benda mati atau benda yang tidak berhubungan dengan tindakan orang lain bukanlah tindakan sosial. Jadi, setiap individu yang melakukan tindakan yang mempunyai motif tertentu pada orang lain disebut dengan tindakan sosial karena dia memiliki motif. Paradigma ini disebut sebagai sosiologi interpretatif.

Weber membagi beberapa macam tindakan sosial, semakin rasional tindakan sosial tersebut maka semakin mudah memahaminya

a. Tindakan Rasionalitas Instrumental

b. Tindakan Rasionalitas Nilai

c. Tindakan Afektif

d. Tindakan Tradisional

Paradigma ini didukung oleh beberapa teori yaitu, Teori Aksi, Teori Interaksionisme Simbolik, Teori Fenomenologi, dan Teori Etnometodologi.

3. Perilaku Sosial

Paradigma ini menekankan pada hubungan antar individu dan hubungan individu dengan lingkungannya. Paradigma ini mengacu pada karya psikolog Amerika Burrhus Frederic Skinner, salah satunya Beyond Freedom and Dignity (1971). menyatakan bahwa objek penelitian sosiologis yang konkret dan nyata adalah perilaku orang atau individu yang tampak dan perulangannya.

Perilaku sosial merupakan stimulus dan respon individu (aktor) terhadap lingkungan sosialnya. Paradigma perilaku sosial menyatakan bahwa perilaku sosial individu dan masyarakat mempengaruhi atau mengubah struktur sosial dan pranata sosial, sehingga perilaku manusia menurut paradigma ini ditentukan oleh sesuatu di luar dirinya, seperti standar nilai atau sekutu sosial. Dalam paradigma ini, kebebasannya sangat sedikit.

Teori-teori dalam paradigma ini yaitu, Teori behavioral sociology dengan asumsi reinforcement dan proposisi reward and punishment dan Teori pertukaran (exchange) dengan asumsi selalu ada take and give dalam dunia sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun