Mohon tunggu...
Nur Alisa
Nur Alisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kurikulum Darurat di Masa Pandemi: Sebuah Keuntungan atau Kerugian?

22 Mei 2022   14:29 Diperbarui: 22 Mei 2022   14:32 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Upaya penyesuaian kurikulum pada kondisi pandemi seperti ini sudah dilakukan. Kemendikbud mempersiapkan kurikulum darurat (dalam kondisi khusus) adalah sebagai upaya penyederhanaan dari kurikulum nasional yang diharapkan siswa tidak merasa dibebani untuk menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan, dan pelaksanaan kurikulum berlaku sampai akhir tahun ajaran. 

Diterapkannya kurikulum darurat yang melakukan penyederhanaan dengan mengurangi kompetensi dasar pada setiap mata pelajaran dan menyediakan modul-modul pembelajaran untuk PAUD dan SD. 

Contohnya modul belajar PAUD dijalankan dengan prinsip "Bermain dan Belajar", artinya proses pembelajaran dapat terjadi saat anak bermain serta melakukan kegiatan sehari-hari. Sementara, di jenjang pendidikan SD modul belajar terdiri dari rencana pembelajaran yang mudah dilakukan secara mandiri oleh pendamping baik orang tua atau wali.

Namun apa yang terjadi di lapangan? Alih-alih untuk mempermudah proses pembelajaran, nyatanya pendidikan di Indonesia semakin buruk dan menunjukkan ketertinggalannya. Berbagai tantangan dihadapi para siswa, guru, bahkan orang tua pada proses belajar. Tantangan belajar secara online salah satunya teknologi. 

Walaupun teknologi sudah hidup berdampingan dengan kita pada pandemi COVID-19, namun nyatanya hal ini belum bisa diterima dengan baik bagi sebagian orang, justru dengan kemajuan teknologi ini dapat menyulitkan sebagian orang pada proses pembelajaran. 

Beberapa tantangan penggunaan teknologi dalam sistem pembelajaran online diantaranya kecakapan guru di bidang teknologi informasi dan komunikasi yang belum merata, kesenjangan infrastruktur teknologi desa dan kota, sistem evaluasi pembelajaran serta hubungan antara guru, siswa, dan orang tua belum berkorespondensi dengan maksimal dalam kegiatan belajar daring (Achmad Siswanto & Dian Rinanta Sari, 2021).

Tantangan-tantangan tersebut menjadi bumerang untuk pendidikan di Indonesia. Guru yang "gaptek" dengan kemajuan teknologi bukannya malah mempermudah proses pembelajaran online tetapi akan memberikan pembelajaran yang membosankan. Tantangan lain yang kerap menghantui negeri ini ketidakmerataan infrastruktur pembangunan di wilayah kota dan desa. Wilayah desa 3 T (tertinggal, terdepan, dan terluar) menjadi wilayah yang mendapatkan ketimpangan infrastruktur dalam pendidikan. 

Dengan sarana dan prasarana yang kurang memadai ini cenderung menghambat jalannya pembelajaran yang menyebabkan ketertinggalan. Kemudian, evaluasi pembelajaran yang muncul selama pandemi seperti guru tidak bisa memberikan umpan balik belajar kepada siswa karena guru tidak bisa memastikan mana tugas yang dikerjakan sendiri atau tugas yang melihat pekerjaan orang lain, sehingga guru hanya memberikan tugas seadanya yang tujuannya supaya nilai terkumpul dan nilainya bisa direkap.

Dalam pembelajaran online ini antara siswa, guru, dan orang tua belum bisa diajak kerja sama seutuhnya. Hal tersebut terjadi karena adanya gap yang menyebabkan target materi yang disampaikan guru sulit untuk dicapai. Selain itu, cara berpikir orang tua yang menganggap bahwa sekolah sebagai tempat yang memiliki hak untuk mendidik anak-anaknya. Sehingga tugas pokok orang tua hanya bekerja lalu melimpahkan pengajaran kepada gurunya.

Menyikapi uraian berbagai tantangan pada sistem pembelajaran online di atas, Durkheim menyebutkan bahwa seharusnya generasi tua memiliki peran dan tanggung jawab untuk mengajarkan kepada anak-anak tentang kehidupan sosial. Dalam hal ini, melalui kurikulum yang diajarkan di sekolah, pendidikan akan mempersiapkan murid-murid untuk mengantisipasi kondisi di masa yang akan datang (Rakhmat Hidayat, 2011). 

Jika dilihat dari apa yang dikemukakan Durkheim, seharusnya guru dan orang tua bisa sepenuhnya memberikan pengajaran yang matang di kondisi darurat, siswa juga harus bisa menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh seperti misalnya tetap memperhatikan penjelasan guru walaupun pembelajaran hanya tercipta melalui daring saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun