"Ya iya atuh, jadi presiden mah, anaknya nyalon, disebutnya dinasti politik, oligarki. Kalau kades mah tenang aja, malah kalau sudah habis waktunya dan nggak bisa nyalon lagi, tinggal nyalonin istrinya, atau anaknya. Nggak pake ribut-ribut. Kalau nggak suka, nggak usah dipilih, pilih yang lain. Itu juga kalau ada yang berani nyalon. Paling juga lawannya bumbung kosong. Masak iya bumbung kosong disuruh jadi kades! Nyalon kades juga gampang, nggak usah ngitung elektoral treshol atau koalisi dulu. Punya modal tinggal maju..." kata si Kabayan.
"Tapi kan banyak kades yang bermasalah dengan hukum, ada yang korupsi, ada yang selingkuh, macem-macem lah..." kata Mang Ubed.
"Aaah itu mah oknum Mang, jangan disamaratakan. Ada lebih dari 75 ribu desa di Indonesia, yang rusak mah satu dua aja. Beda sama yang tinggi-tinggi mah, susah disebut oknumnya, karena jumlahnya sedikit. Masak iya coba, ada oknum presiden, atau oknum wakil presiden... kan gak ada, jelas semua, gampang dicari taunya...."
"Bener juga ya, sok atuh siap-siap Yan, tahun depan kan di sini sudah waktunya pemilihan Kades..." kata Mang Odon.
"Sabar atuh Mang, saya mah masih lama nyalonnya, anak saja belum punya. Kalau lahir kan mau nunggu sampai masuk SD dulu, terus pas anak saya SD apa di sini ada pilkades atau enggak..." jawab si Kabayan enteng.
"Kalau nggak ada pilkades pas anakmu sudah mau SD?" tanya Mang Dasim.
"Gampang, usul aja pemekaran desa!" jawab si Kabayan.
"Atuh nanti keburu berubah lagi aturannya!" kata Mang Ubed, "Siapa tau malah di kurangi masa jabatannya..."
"Tenang aja Mang, yang namanya aturan, kalau hari ini bisa diubah, berarti besok bisa diubah lagi, terus besoknya ya bisa juga. Jadi nanti aja, nggak usah dipikirin sekarang!" kata si Kabayan.
"Terus sekarang kita mikirin apa atuh?" tanya Mang Dasim.
"Pikirin dulu jawaban kalau ditanya istri masing-masing besok makan apa!" jawab si Kabayan.