“Bagi sebagian orang, itu tidaklah cukup, atau hampir bisa dikatakan sama saja, karena tak banyak mengubah nasib rakyat, terutama para petani budak itu. Mereka kemudian menggulirkan gerakan khozhdeniye v narod,[2] yang mendukung gagasan komune obschina dengan memperkuat mereka…” lanjut Gege.
“Sebentar, tolong jelaskan tentang itu,” Soso memotong.
“Komune obschina dikenal juga dengan sebutan mir. Mir[3] adalah komunitas yang terdiri dari mantan budak, atau petani negara dan keturunan mereka. Mereka kemudian menetap di satu desa. Atau bisa juga sebuah desa mencakup lebih dari satu mir dan sebaliknya, beberapa desa kadang-kadang digabungkan dalam satu mir,” papar Gege.
“Kepemilikan tanah diberikan pada mir, bukan pada individu petani. Anggota mir memiliki hak atas penjatahan, atas dasar keseragaman, dari kepemilikan yang masing-masing anggota kembangkan secara terpisah. Tanah ini tidak dapat dijual atau diwariskan tanpa persetujuan mir. Sebagai konsekuensi dari kepemilikan kolektifnya, mir memiliki kekuatan untuk mengatur tanah di antara anggotanya. Mir berurusan terutama dengan rumah tangga dan bukan dengan individu. Petani memiliki hak untuk memegang tetapi tidak memiliki kepemilikan tertentu sehingga tidak bisa melepas atau menjualnya,” lanjutnya.
“Oke, lanjutkan yang tadi,” pinta Soso.
“Gagasan memperkuat mir tadi lahir dari pemikiran Pyotr Lavrovich Lavrov, orang yang kemudian dianggap sebagai penggagas narodniks.[4] Ia sendiri dipengaruhi oleh pemikiran Alexander Herzen.[5] Lavrov dan lainnya, atau kita sebut sebagai kaum Narodnik melihat bahwa kaum tani sebagai kelas revolusioner yang akan menggulingkan monarki, dan menganggap komune desa sebagai cikal bakal sosialisme,” lanjut Gege.
“Tapi mereka juga tahu kalau para petani ini tidak bisa melakukan revolusi dengan sendirinya. Mereka harus didorong oleh tokoh-tokoh terkemuka. Karena itulah para intelektual Narodnik mulai turun ke desa-desa, mengajak para petani untuk memberontak.”[6]
“Tapi lucunya,” sambung Gege, “Mereka hampir tidak menemukan dukungan. Bukan apa-apa, kaum Narodnik yang umumnya kelas menengah dan atas, sehingga mereka menemukan kesulitan dalam berhubungan dengan petani miskin, termasuk juga kesulitan memahami budaya mereka. Mereka akhirnya malah dicurigai oleh petani di desa-desa dan juga diasingkan oleh komunitas asli mereka di perkotaan. Lebih celaka lagi, mereka kemudian ditindas oleh Tsar karena dianggap mengganggu. Banyak diantaranya yang dipenjara atau diasaingkan.”
“Karena itulah banyak diantara mereka yang mendirikan kruzhka,[7] yaitu lingkaran-lingkaran kerja dengan tujuan menyebarkan gagasan ini dan kerja propaganda eksternal. Sasarannya adalah menghancurkan monarki Rusia dan mendistribusikan tanah secara adil di antara kaum tani,” lanjut Gege.
Gege meneruskan ceritanya, “Penindasan dan penangkapan tadi malah menimbulkan reaksi yang lebih besar. Ada kelompok Narodnik yang kemudian membentuk Narodnaya Volya.[8] Ini adalah kelompok garis keras yang berpikir untuk melakukan ‘sesuatu’ untuk memantik revolusi petani.”
“Masalahnya,” imbuh Gege, “Banyak petani yang berpikir bahwa Tsar itu setengah dewa dan dianggap berpihak pada mereka setelah membebaskan mereka dari perbudakan. Karena itulah, ada yang kemudian berpikir untuk membunuh Tsar.”