Pamanku mulai curiga, kenapa aku sampai nanya ke situ. Kubilang saja bahwa ada tetanggaku di Gori, anaknya pendeta yang hilang, diduga ikut aliran sesat itu di Tiflis. Kubilang aku juga kenal dengannya, dan sempat ditanyai bapaknya.
Dia bilang, buruh-buruh yang ditangkapi dulu sempat ditahan di Benteng Narikala. Tapi karena tuntutan para majikannya, mereka dibebaskan keesokan harinya. Nah sementara pentolan demo, baik buruh maupun yang lainnya ditahan di Benteng Metheki. Dia bilang, mungkin masih di sana sampai sekarang.
Habis itu, pamanku wanti-wanti, kalau memang tak jadi tentara dan mau masuk seminari, jangan sampai ikut dengan aliran sesat di dalam seminari itu...
*****
"Stop, cukup!" kata Soso menghentikan cerita si Kamo. "Bagian wewejang pamanmu itu tak usah diceritakan..."
"Ya sudah, kalau gitu ceritanya kututup saja," kata si Kamo.
"Jadi mereka ditahan di Benteng Metheki ya...." gumam Soso, "Pantes saja tak terlacak..."
"Memangnya jauh?" tanya si Kamo.
"Dekat banget malah!" kata Soso dengan pikiran menerawang.
Ternyata si Kamo bener, tentara memang terlibat di situ. Dan ia tak menyangka, jika saja informasi benar bahwa si Lado cs ditahan di Benteng Metheki, berarti ya deket banget. Benteng itu terletak hampir berhadapan dengan Benteng Narikala tempat ia ditahan semalaman.
Antara Benteng Narikala dengan Benteng Metheki itu hanya terhalang oleh Sungai Kura. Sama sekali nggak jauh, istilahnya orang bisa saling memandang. Memang tempatnya rada-rada susah dijangkau, karena berada di tebing. Di situ juga dibangun gereja, jadi orang hampir lupa kalau itu dulunya adalah benteng pertahanan ketika Tiflis terbagi dua, bagian utara masih dikuasai orang Georgia, sementara bagian selatan Sungai Kura sudah dikuasai Persia. Â