Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (104) Sarang Setan

14 Maret 2021   12:03 Diperbarui: 15 Maret 2021   11:53 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*****

Hampir seminggu lamanya anak-anak itu mendatangi rumah sewaan itu untuk beres-beres. Beberapa anak sudah membawa barang-barang pribadinya dan menaruhnya di kamar-kamar yang tersedia. Soso sendiri meminta kamar di lantai atas khusus untuk dirinya sendiri, dan tak ada yang keberatan soal itu, karena biar bagaimanapun, bukan hanya karena ia dianggap ketua kelompok, tapi juga karena ia yang keluar duit untuk membayar sewanya.

Selain itu, ada tiga orang anak baru lainnya yang bergabung. Memang belum ada kegiatan apa-apa, hanya sekadar menghabiskan waktu istirahat sambil ngobrol-ngobrol tak tentu arah.

Soso sendiri mulai menyukai kamar barunya di lantai atas itu. Ia belum membawa barang apapun ke situ, karena barangnya masih banyak disimpan di kamarnya di rumah Pak Sese. Ia belum sempat mengambilnya.

Kamar lantai atas itu, selain lebih luas dari dua kamar di bawah, juga memiliki balkon kecil. Sayangnya lantainya agak-agak mengerikan untuk dipijak, harus dibenerin dulu. Tapi setidaknya, jika pintunya dibuka, ia bisa memperhatikan gang sempit yang ada di depan rumah itu.

Mimpi tentang 'kamar idaman' tampaknya mulai terwujud, meski yaah, itu masih sangat jauh dari ideal. Karena dalam khayalnya, kamarnya berjendela, dan saat jendela itu dibuka, pemandangannya adalah pemandangan alami, bukan rumah-rumah lain yang tak kalah kumuhnya dengan rumah itu.

Tapi, setidaknya, Sarang Setan, sebutan yang dipopulerkan si Vaso itu, mulai menunjukkan denyutnya. Hangat dan menyenangkan.

*****

BERSAMBUNG: (105) Perginya Sang Pelindung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun