Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (103) Berkumpul Kembali

13 Maret 2021   12:11 Diperbarui: 14 Maret 2021   12:06 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alip Yog Kunandar

"Jangan!" Jojo menyela. "Anak-anak itu sudah kehilangan semangat. Sudah kemakan doktrin dan ancaman-ancaman Pak Germogen. Kalau mereka mau jadi orang alim, biarkan saja, jangan kita ganggu. Kalau aku sih lebih suka mengajak anak-anak baru. Entah itu anak angkatan lama yang baru timbul minatnya, atau sekalian anak-anak baru. Mumpung pikirannya masih seger, belum dikotori oleh pasukan Germogen itu!"

"Nah, kalau ini aku setuju!" kata Soso. "Aku kemarin kan habis ketemu dan ngobrol dengan Romo Serafim di tempat peristirahatannya. Ia menyoroti arah pendidikan di seminari yang sudah melenceng jauh. Aku sependapat dengannya. Anak-anak itu, termasuk kita, kan datang untuk belajar agama plus yang lain-lain, tapi malah dijejali dengan doktrin-doktrin Tsar melalui guru-guru yang sangat ingin mengamankan posisinya masing-masing!"

"Aku setuju!" kata si Simon. "Aku juga kecewa soal itu. Niatku datang ke sini untuk menjadi pendeta malah bergeser, jengkel melihat kelakuan dan aturan aneh di sini. Jadi biar saja aku gagal jadi pendeta, tapi setidaknya aku bisa menyelamatkan mereka yang bener-bener berniat lurus!"

"Ya sudah," timpal si Vaso. "Kita mulai perekrutan. Tapi kira-kira apa yang bisa membuat mereka tertarik untuk bergabung?"

"Acara bedah buku atau diskusi lagi!" usul si Alesi.

"Jangan," sergah si Ataka. "Buat yang lebih asyik dulu, nanti pelan-pelan baru yang lebih serius!"

"Iya tapi apa?" tanya si Vaso.

"Bagaimana kalau kita cari markas sendiri? Jangan selalu di tempatnya orang lain seperti di toko buku ini..." kata Soso.

"Kan ada tempatnya si Lado, kita bisa pakai..." kata si Vaso.

Soso menggeleng, "Aku belum tau nasibnya si Lado sampai sekarang," jawabnya. "Lagipula, mungkin tempat itu sudah diawasi polisi!"

"Iya, tapi nyewa tempat kan mahal, Koba..." kata si Vaso.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun