Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (103) Berkumpul Kembali

13 Maret 2021   12:11 Diperbarui: 14 Maret 2021   12:06 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alip Yog Kunandar

Episode Awal: (1) Soso

Episode Sebelumnya: (102) Surat Sakti dari Rektor

*****

Boro-boro nyukur rambut, yang ada Soso malah terlambat sampai di pintu masuk sekolah. Seperti biasa, ia langsung dihadang penjaga. Tapi Soso sudah punya jurus berkelit; surat sakti dari Romo Serafim, rektor yang masih menjabat secara resmi, meski sedang beristirahat memulihkan kesehatannya.

Penjaga tak berkutik. Tidak percaya takutnya beneran, percaya takutnya dikibulin. Bukan apa-apa, Soso sudah dikenal sebagai biang kerok di sekolah itu. Karena itu, Soso langsung diantar ke Romo Germogen, pejabat sementara rektor itu. Tentu saja bukan karena istimewa, tapi penjaga itu takut itu hanya akal-akalan Soso.

Tapi begitu diizinkan masuk oleh Romo Germogen, penjaga itu langsung meninggalkannya. Mungkin ia merasa tugasnya sudah cukup. Jika anak itu mengecohnya, itu urusan orang yang lebih berhak mengurusinya.

"Kenapa kau lancang sekali menemui Romo Serafim yang sedang beristirahat?" tanya Romo Germogen.

"Saya mau status saya jelas, Romo..." jawab Soso yang tak setakzim seperti saat ia bertemu dengan Romo Serafim. Sikapnya rada-rada pongah dan sedikit menantang. "Saya tak bisa terus-terusan tinggal di dalam sel, belajar tak tenang dan tak nyaman. Kalau memang saya tidak berhak sekolah, ya setidaknya saya bisa meninggalkan tempat ini dan mencari kegiatan lain. Kalau saya berhak, ya saya ingin belajar seperti yang lain dengan kondisi normal!"

Romo Germogen membuka surat itu. Tak salah. Surat itu memang ditulis langsung oleh Romo Serafim. Intinya meminta status siswa Soso untuk dipulihkan, dan berhak mengikuti semua kegiatan sekolah dengan normal.

Romo Germogen menghela nafasnya. Mangkel tapi tak bisa berbuat apa-apa. "Kau mengadukanku pada Romo Serafim?"

Soso menggeleng, "Saya hanya menyampaikan yang sesungguhnya. Tak kurang dan tak lebih!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun