Romo Serafim melirik padanya, "Kau, sebagai orang Georgia dan mendapatkan pendidikan agama, apa yang kau rasakan?"
Soso agak terkejut ditanya seperti itu. "Mmm, sebelum saya masuk sekolah, saya masih berpikir tentang kemerdekaan Georgia, seperti yang lainnya Romo..." jawabnya, "Setelah masuk sekolah, perhatian saya sudah mulai pada hal-hal yang bersifat keagamaan saja. Tapi jika di dalam sekolah urusan Rusia-Georgia masih disebut-sebut dan masuk dalam kebijakan, mohon maaf, sebagian dari kami ada yang merasa tersinggung!"
"Nah itu!" kata Romo Serafim, "Entah kenapa kejadian pemberontakan siswa karena memprotes kebijakan Bahasa Rusia itu tak jadi perhatian. Padahal itu tak hanya terjadi di Tiflis, tapi juga di tempat lain!"
"Saya rasa, kami tak keberatan dengan penggunaan Bahasa Rusia..." Soso mulai berani menyela karena merasa anginnya sama, "Pelarangan berbahasa Georgia, apalagi hanya dalam percakapan dengan teman di dalam kamar, bukan di kelas, itu yang rasanya berlebihan Romo. Apalagi sampai harus mendapatkan hukuman!"
"Ya, itu salah satunya. Sayangnya itu sudah menjadi kebijakan dari atas, sulit aku melawannya. Jika tidak diikuti, aku sendiri yang repot, banyak yang melapor ke atas!" keluhnya.
"Sudahlah..." kata Romo Serafim lagi, "Aku sudah lelah. Dengan umur dan kesehatanku sekarang, rasanya sebentar lagi aku akan benar-benar mengundurkan diri. Tak banyak lagi yang bisa kulakukan. Biarlah zaman yang akan menjawabnya!"
Soso diam, berpikir bagaimana menanyakan soal nasibnya yang sudah diceritakannya tadi.
"Kau mintakan kertas dan pena sama penjaga pesanggrahan, lalu temui aku di dalam pondok!" katanya.
"Baik Romo!" jawab Soso. Bergegas ia meninggalkan kubah itu, meski tadinya merasa tak nyaman di dalam, lama-lama enak juga. Badannya yang lelah karena perjalanan jauh dari Poti, tidur tak nyaman di dalam sel tanpa alas memadai, langsung hilang setelah berada di dalam kubah berisi air dan uap panas berbau belerang itu.
*****
"Berikan surat ini kepada Romo Germogen!" Romo Serafim menyerahkan surat yang ditulis di atas kertas yang dimintakan Soso dari penjaga pesanggrahan tadi. "Satu saja yang kuminta darimu. Kau anak yang cerdas, nilaimu baik, suaramu saat menyanyi juga indah, enak didengar. Jadi jagalah sikapmu!"