Kereta berhenti di stasiun Gori yang terletak dekat sekolah masa kecilnya itu. Soso tak beranjak. Justru ketika kereta hendak bersiap untuk melanjutkan perjalanannya, Soso malah memutuskan untuk melompat keluar.
"Aku harus pulang, biar hanya sekejap!"
*****
Seperti sebuah dj vu, Soso mengulangi kejadian sekitar enam bulan lalu, pulang ke rumahnya, masuk bersih-bersih, dan tiduran di ranjang bututnya. Enam bulan lalu, ia juga kembali ke situ setelah menempuh perjalanan dari Poti yang sebelumnya dimulai dengan perjalanan ke Batumi. Bedanya, dulu ia pulang ketika Batumi, Poti, bahkan Gori sedang diselimuti salju, sementara kali ini cuaca begitu cerah meski sudah sore.
Seperti enam bulan lalu pula, ia ragu, apakah ia akan menemui Mak Keke saat itu, atau menunggu suasana hatinya lebih tenang. Dulu, tanpa diduga, firasat kuat seorang ibu seperti Mak Keke membuatnya mendadak mampir menengok tempat tinggal lamanya dan menemukan anak semata wayangnya di situ.
Tapi kali ini tidak. Hingga malam hari pun, Mak Keke tak muncul. Ya mungkin memang bukan salahnya. Ia mungkin sibuk di sana, mengurusi suami barunya, dan mungkin juga dua anak sambungnya, Yuri dan Bonia.
Soso mulai bimbang. Ia tak bisa berlama-lama seperti dulu. Besok ia harus melanjutkan lagi perjalanan ke Tiflis. Sudah terlalu banyak hari yang dilaluinya dengan membolos. Kalau ia tak menemui Mak Keke saat ini, akan terlalu mepet besok, dan pasti ibunya akan sangat kecewa. Belum lagi, perutnya mulai keroncongan.
Setelah badannya cukup segar dibawa rebahan, ia bangkit. Ia harus menemui ibunya saat itu juga, tak bisa ditunda. Yang jelas, ia tak ingin menginap di rumah Pak Koba. Ia ingin tidur di rumahnya sendiri, rumah masa kecilnya.
Di luar, ia bertemu dengan Pak Jojo, tetangganya yang tampak kaget bertemu dengannya. "Pangling bener aku liat kamu So, sudah gede dan tambah ganteng aja kamu!" katanya.
Soso hanya tersenyum, "Iya Pak, sudah lama nggak ketemu ya..."
"Baru datang?"