"Wanita seperti apa yang kamu impikan menjadi pendamping hidupmu?" tanya Natela lagi.
"Entahlah..." jawab Soso. "Mungkin seperti Nyonya Guramishvili itu. Cantik, hebat, cerdas!"
"Berarti aku nggak masuk hitungan ya?" Natela meliriknya.
Soso tertawa. "Bukan begitu, kamu juga cantik dan cerdas. Hanya saja aku memang belum berpikir soal itu. Rasanya masih terlalu jauh untuk memikirkannya!" jawab Soso. Soal Natela ia memang jujur, Natela cukup menarik, dan cukup cerdas. Tapi menyebut perempuan yang cantik, hebat, dan cerdas, ia justru malah teringat pada Natasha!
Perempuan itu memang susah sekali diusir dari hatinya. Betapapun ia kecewa dengannya. Semua gambaran ideal tentang perempuan, ada pada dirinya. Sayangnya ya itu, Natasha sudah bersuami.
Jika saja ia membandingkan Natasha dengan Nyonya Guramishvili, soal kecantikannya, Natasha jauh lebih cantik --atau mungkin karena Natasha masih muda. Soal kecerdasan, Natasha juga tak kalah, meski ia tak sekolah setinggi Nyonya Guramishvili yang sampai jadi sarjana biologi.Â
Soal sepak terjangnya, mungkin juga sedikit berbeda. Natasha peduli sama buruh yang bekerja di pabrik milik keluarganya, sementara Nyonya Guramishvili melangkah lebih jauh lagi, menjadi pelopor pendidikan di Georgia, bahkan sampai mendirikan sekolah khusus untuk kaum perempuan di Tiflis.[4]
"Kenapa malah bengong sih?" tanya Natela lagi.
"Nggak apa-apa, aku sedang menikmati suasana laut..." jawab Soso, bohong. "Kamu pernah berlayar sebelumnya?"
Natela menggeleng. "Meski aku hidup dekat dengan laut, aku tak pernah pergi naik kapal sejauh ini. Paling hanya naik perahu nelayan, itupun di pinggiran saja, buat main-main dengan teman-temanku!"
"Bukannya suamimu pelaut?"