Tapi karena itu pulalah, Soso justru merasa tersanjung, karena dianggap orang penting, sehingga harus dicurigai segala macem. Padahal kan, ia sama sekali nggak punya tujuan seperti itu, apalagi kan kedatangannya ke Poti sebetulnya hanya untuk sembunyi dari kejaran polisi Tiflis, bukan untuk ikut berpolitik atau bahkan mengerjakan proyek.
Lama kelamaan, ia malah curiga, jangan-jangan tugas yang diberikan Tuan Niko itu bukan hanya tugas iseng, tapi tugas serius, sengaja memanfaatkan kedatangannya untuk tujuan yang lain.
Soso memang tidak merasa dimanfaatkan, ia senang-senang saja dengan tugas itu. niatnya juga belajar. Apa yang nanti akan disampaikannya juga belum tentu berguna atau penting bagi Tuan Nikoladze. Kalaupun itu tugas serius dan Tuan Nikoladze memang memanfaatkannya, rasanya Soso juga tak keberatan, jika itu sejalan dengan 'perjuangannya.' Bukankah antara ia, Tuan Nikoladze, dan Pangeran Ilia memiliki pandangan yang sama? Hanya mungkin saja caranya yang berbeda.
Jika tujuan yang sama dengan cara yang salah seperti yang dilakukannya dengan si Lado cs dari Mesame Dasi, apa salahnya ia belajar 'berjuang' untuk tujuan yang sama, dengan cara yang berbeda. Ia sudah mengikuti 'jalan sastra' kebangsaan ala Pangeran Ilia. Mungkin saatnya ia belajar dengan cara lain.
Jangan-jangan ini perwujudan dari konsep 'Kapitalisme Kolektif' yang dianut oleh Tuan Nikoladze, dan ia tengah membantu mewujudkannya.
Entahlah, hanya Tuan Nikoladze yang bisa menjawabnya. Itupun kalau ia mau memberikan jawaban, atau Soso berani menanyakannya langsung.
*****
Kunjungan bersama Natela itu berakhir sore hari. Mereka hanya sempat meninjau bagian utara kota Poti, dari percabangan Sungai dan Kanal Rioni hingga ke wilayah pelabuhan. Bagian tengah, selatan, dan bagian timur kota belum dikunjungi.
"Kita lanjutkan besok ya!" kata Natela.
"Memangnya boleh?" tanya Soso.
"Kamu kan belum selesai toh?"