"Mau pakai nama Soselo lagi?" tanya si Lado sambil menyeringai, "Terlalu romantis tau, nggak kayak nama pejuang revolusi. Hanya cocok buat nama penulis puisi cinta!"
Soso nyengir, "Jangan lah. Tapi kan aku juga belum bisa memakai nama asliku, nanti malah urusannya panjang kalau orang seminari tahu!"
"Kau pake saja nama bekenmu itu, Koba Djugashvili!" kata si Lado.
Soso menggeleng, "Di seminari juga aku sudah dikenal dengan nama itu. Sama saja kalau masih bawa-bawa nama bapakku!"
"Kenapa nggak Koba Ivanovich? Nama samaran yang kau pake buat merayu cewek itu? Lumayan kan. Ada Rusia-Rusia-nya, jadi seolah penulis ini orang Rusia yang peduli dengan nasib buruh!"
Soso tersenyum, "Wah, boleh juga tuh!" Ia pun mengambil lagi tulisannya, lalu membubuhkan nama di situ, Koba Ivanovich. Koba, nama pahlawan kesukaannya yang mulai dipopulerkannya sendiri masih ada, dan nama pulungan yang entah darimana idenya itu 'Ivanovich' juga cukup keren.
"Bagaimana dengan cewek Rusia itu, jadi datang nggak?" tanya si Lado kemudian.
Soso menggeleng, "Entahlah, datang nggak datang juga nggak terlalu penting bagiku..." jawabnya jujur. "Kenapa memangnya?"
"Ya kutinggalkan lah kau di sini agar leluasa..." kata si Lado. "Aku akan membawa tulisanmu ini pada si Nunu, dan mungkin malam ini aku akan menginap di markas Mesame Dasi!"
Soso nyengir, "Aku jadi nggak enak Do!"
"Nyantai aja Bro, nikmati masa mudamu selagi bisa!" jawabnya.