Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Jack Grealish di Persimpangan antara Legenda dan Trofi

8 Februari 2021   13:13 Diperbarui: 8 Februari 2021   13:19 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jack Grealish (Sumber: givemesport.com)

Degradasi menjadi musibah bagi Aston Villa, tapi sebaliknya, menjadi berkah buat Grealish. Banyaknya pemain inti yang hengkang membuatnya memiliki kesempatan untuk naik kelas menjadi pemain inti. Selama tiga musim di Championship, Grealish nyaris selalu diturunkan. Total ia mencatat 92 laga di liga saja, dan menyumbang 14 gol.

Bersama pelatih Dean Smith yang menggantikan Steve Bruce, Grealish ikut berjasa membawa Aston Villa kembali ke Premier League. Villa memang hanya menempati posisi kelima Championship, tapi sukses besar di babak playoff hingga berhak mendapat satu tempat di Premier League.

Di musim pertamanya kembali ke Premier League, Dean Smith mempercayakan ban kapten sepenuhnya pada Grealish. Sebelumnya, Grealish memang sudah beberapa kali mengenakan ban kapten, tapi belum menjadi 'pejabat penuh.'

Sebagai 'pendatang baru' di Premier League, Aston Villa masih tertatih-tatih. Keran gol mandek. Wesley, Keinan Davis, dan Mbwana Samatta yang diandalkan Smith di lini depan mandul. Justru Grealish yang bermain di tengah malah menjadi top skorer klub selama musim itu, dengan sumbangan delapan gol.

Kepemimpinannya di tengah lapangan, gaya permainan, dan sumbangan golnya yang cukup banyak untuk seorang gelandang membuat banyak klub besar kepincut. Salah satunya yang paling gencar mendekati adalah Manchester United.

Rumor kepindahannya sangat santer menjelang musim 2020-21. Tapi Grealish tetap bertahan. Ia bahkan membawa timnya menjadi penantang para juara. Catatan terbaiknya di musim ini apalagi kalau bukan pertandingan kandang melawan juara bertahan Liverpool yang berakhir dengan skor 7-2 dimana Grealish menyumbang dua gol dalam laga itu.

Musim ini, memang bukan saatnya bicara juara. Bukan waktunya untuk menambah koleksi 7 piala kelas atas di Inggris yang terakhir direngkuh Villa musim 1980-81 --sebelum era Premier League. Tapi Villa bisa dikatakan jauh dari ancaman degradasi seperti musim lalu. Spot Liga Champions, masih memungkinkan, jatah Liga Eropa lebih realistis lagi.

Tapi pencapaian itu justru menjadi dilema bagi Grealish sendiri. Sebagai penggemar Aston Villa sejak kecil, klub tradisi keluarganya juga, ia sudah banyak berbuat, bahkan di usianya yang baru 25 tahun itu. Ban kapten sudah permanen di lengannya. Pemilik klub saat ini, Nassef Sawiris dan Wes Edens sudah berusaha mempertahankannya. Apalagi sang manajer. Peluangnya menjadi legenda The Clarets terbuka lebar.

Tapi sebagai pemain, Grealish juga tentu saja ingin merasakan indahnya mengangkat trofi, sesuatu yang yang tampaknya masih sangat jauh. Bukan hanya jauh, tapi juga rada-rada mustahil. Apalagi persaingan Premier League makin ketat. Klub-klub papan atas makin berbenah dengan suntikan modal di sana-sini, dengan pemain bintang yang berdatangan dari pelosok dunia.

Satu-satunya peluang baginya adalah hengkang dari Aston Villa. Pinangan Mancheser United --jika masih berminat musim depan, terlihat begitu menggoda. Di sana, peluang mengangkat trofi atau setidaknya main di pentas Eropa makin terbuka. Tapi Grealish tahu, pindah ke sana, ia akan 'mengkhianati' tradisi keluarganya. Akan menyakiti hati para penggemarnya. Dan ia juga terancam tidak menjadi 'siapa-siapa' untuk waktu yang lama. Kecuali dia bisa langsung bersinar.

Di Inggris, saat ini Grealish sudah menjadi komoditas paling panas. Jika prestasinya terus menanjak sampai akhir musim ini, dan klub-klub bermodal besar seperti United diserang 'panik' gara-gara dianggap gagal, obat mujarab bagi mereka biasanya membeli pemain dengan harga gila-gilaan. Kalau sudah duit gede berada di depan mata, sulit bagi klub-klub seperti Villa untuk berpaling, termasuk Grealishnya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun