Atau fakta lain yang lebih sederhana, tanggal lahirnya. Penelusuran Montefiore tentang tanggal kelahiran Stalin, berbeda dengan pengakuan Stalin sendiri. Mana yang benar? Wallahualam. Mungkin Montefiore benar karena dia melakukan riset yang sangat serius. Tapi Stalin --meski takkan ingat kapan ia dilahirkan---pasti punya alasan sendiri menyebut tanggal yang disebutkan dan ditulis secara resmi dalam catatan sejarah itu. Dan untuk ini, saya merujuk pada pengakuan Stalin, lepas dari benar atau tidaknya.
Lalu kenapa saya jawab 'iya' soal 'karangan' tadi. Karena saya 'menerjemahkan' buku biografi yang hanya berisi 'fakta' itu ke dalam bentuk novel. Saya merekonstruksi peristiwa dalam bentuk penceritaan, ada adegan, ada dialog, percakapan, dan sebagainya. Tentu saja dua hal itu adalah 'karangan' saya. Lihat saja novel atau film yang diangkat dari peristiwa nyata. Yang nyata adalah peristiwanya, novel atau filmnya tentu saja hanya 'karangan' atau hasil rekonstruksi. Beda dengan film dokumenter murni, karena ada juga film dokumenter hasil rekonstruksi yang biasa disebut dengan dokudrama.
Karena itulah, saya menyebutnya sebagai 'BIOSTORY' yang kalau diterjemahkan kira-kira berarti 'cerita kehidupan.' Bukan novel (fiksi murni) dan juga bukan biografi. Kenapa? Karena ada fase-fase tertentu yang memang harus saya isi dengan imajinasi saya sendiri, ketika fakta atau data tidak tersedia. Tapi jika dihilangkan, akan mengganggu jalannya penceritaan. Kalau soal istilah tadi, terserah lah. Itu gaya-gayaan saya saja untuk menyebutnya. Mau diterima dan dipakai umum ya silakan, nggak juga ya nggak apa-apa.
Pertanyaan terakhir yang akan dijawab sekarang adalah:
"Sampai kapan ceritanya, apa mau sampai akhir hidupnya?"
Nah untuk ini, jujur saya tidak tahu. Bagian paling menarik dari kisah hidup Stalin menurut saya justru sebelum dia berkuasa, karena tidak banyak orang yang tahu. Setelah berkuasa, sudah banyak dibahas dan diceritakan, baik dalam buku-buku sejarah maupun yang lainnya.
Dalam bayangan saya, yang paling dekat adalah sampai dia memproklamirkan diri sebagai 'STALIN.' Tapi harusnya saya memberi judul 'The Rise of Stalin" kalau begitu. Entahlah. Untuk sampai ke sana pun masih sangat jauh. Masih banyak peristiwa-peristiwa besar yang terjadi sebelum itu. Termasuk juga peristiwa-peristiwa 'remeh' yang justru menjadi penting untuk menggambarkan sosoknya secara utuh. Misalnya saja buku-buku yang dia baca, bagian mana yang menarik perhatiannya, bagian mana yang kemudian mempengaruhi pemikiran dan tindakannya. Atau juga tokoh-tokoh yang tidak selalu hadir dalam kehidupannya, tapi pada suatu ketika berperan penting dalam sebuah peristiwa besar.
Sejauh ini saja (50 episode), catatan statistik MS Word yang saya pake sudah menunjukkan 223 halaman A4 satu spasi, atau lebih dari 88 ribu kata. Ini sudah menjadi rekor dalam tulisan-tulisan saya, sementara dongengnya masih sangat jauh.
Tapi, ya saya nikmati saja prosesnya. Apakah saya bisa menayangkannya setiap hari tanpa jeda seperti selama ini atau tidak, itu juga bukan hal yang penting. Saya hanya sedang menantang diri saya sendiri untuk membuat sebuah tulisan yang tidak berupa fiksi murni, tapi juga bukan karya ilmiah. Ini adalah perkerjaan memadukan antara riset dengan imajinasi, sesuatu yang mengasyikan buat saya.
Imbalannya apa? Soal hasilnya nanti mau jadi apa, berapa episode, apa mau dibukukan atau tidak, itu urusan nanti. Dengan diberi ruang oleh Kompasiana (kadang diberi label 'pilihan' kadang tidak) itu juga sudah bagus. Karena di awal saya juga sempat berpikir, apakah menulis tokoh kontroversial seperti Stalin ini akan diloloskan oleh Kompasiana atau tidak. Buktinya, sejauh ini aman-aman saja. Toh saja juga melakukan self censorship, mana yang kira-kira layak dan tidak untuk diceritakan.
Imbalan lain yang juga lebih dari cukup adalah pembaca. Grafik pembacanya memang tidak tinggi seperti kalau saya menulis hal-hal yang ringan. Tapi cukup stabil. Episode-episode baru memang tak selalu banyak, tapi  angkanya terus naik dari hari ke hari. Episode 1 saja, awalnya hanya puluhan, tapi saat saya menulis ini, sudah bergerak melebihi angka 500 (menurut statistik yang tampil di Kompasiana). Apakah semuanya pembaca serius ada sekadar mampir, salah klik, atau apalah, itu juga bukan soal. Tapi beberapa mengakui kalau mengikutinya meski tak bisa membacanya tiap hari, masih nyicil di episode-episode awal.
Kepada para pembaca inilah saya harus berterimakasih. Dan tentu saja kepada Kompasiana yang sudah berbaik hati menyediakan saluran dan mengizinkannya untuk tetap tayang. Seperti kata ungkapan, que sera sera, apa yang akan terjadi, terjadilah. Saya hanya berusaha menyajikannya, pembaca tetap punya hak untuk menentukan apakah mau membacanya atau tidak.