Malam harinya, Soso yang memang kebagian jatah rembes, keluar dari asrama dan mengambil buku-buku itu. Dan seperti yang dijanjikannya, pada waktu sarapan pagi, ia membagikan buku-buku itu yang langsung disembunyikan anak-anak itu di balik pakaiannya dan dibawa ke kamar masing-masing.
"Ada satu yang tidak mengambil buku, kau tahu siapa?" tanya Soso pada si Vaso yang menemaninya sarapan sampai habis.
"Dada Valakisidze..." jawab si Vaso. "Anak itu berkali-kali bilang tak suka datang ke tempat itu. Tapi dia tetap datang karena tertarik untuk mengikuti diskusi, tapi dia nggak mau pinjam apalagi beli buku. Dia bilang itu cuma akal-akalan agar buku di toko itu laku!"
Soso tersenyum, "Yang anaknya tinggi kurus itu?" tanya Soso.
Vaso mengangguk. "Iya, anak itu..."
"Ya sudah biarin aja. Nggak ada ruginya buat kita..." kata Soso.
"Aman nggak nyimpen buku di kamar?" tanya si Vaso lagi, "Soalnya kan Inspektur Dmitri rajin banget razianya..."
"Bilang sama temen-temenmu, sebelum malam, simpan buku di belakang WC pojok timur. Di situ ada peti, di bawah tumpukan daun-daun. Bila perlu bacanya di sana saja. Emang rada-rada nggak nyaman, bau. Tapi aman..." kata Soso. "Kalau kepepet, lembarkan bukunya ke balik tembok. Kalian bisa mengambilnya nanti. Tenang aja, di balik tembok itu kan kebon. Asal jangan hujan saja!"
Vaso mengangguk-angguk. "Siap Bos... ya sudah, aku balik ke kamar dulu ya!" katanya.
Soso mengangguk. Ia tenang, seminggu ini ia bisa mengurusi hal lainnya dulu. Mungkin mampir ke tempatnya si Lado, diskusi dengan Gege Imedashvili, atau yang lainnya.
*****