Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (46) Perang Sudah Disulut

11 Januari 2021   15:42 Diperbarui: 12 Januari 2021   13:30 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alip Yog Kunandar

"Siap..." kata si Vaso lagi.

"Ya sudah..." kata Soso. "Masih ada kurang lebih setengah jam sebelum jam istirahat habis. Di sini tersedia banyak sekali sastra Rusia. Jangan puisi lagi lah. Langsung aja novel biar diskusinya lebih seru!"

"Tapi bagaimana membacanya kalau novel, waktu kita kan tidak banyak..." tanya seorang anak.

"Membaca sebuah novel di sela-sela jam belajar, atau waktu istirahat, tak akan membuat kalian bodoh atau tertinggal..." kata Soso. "Aku saja tahun kemarin banyak membaca novel dan buku-buku lain. Tak ada masalah tuh, nilaiku baik-baik saja. Semester pertama nomor delapan seangkatan..." ia mulai menyombong.

"Yang susah itu bawa bukunya Kak, sekarang kan makin ketat..." kata satu anak yang lain.

"Begini saja..." kata Soso lagi. "Kalian pilih bukunya. Beli, atau pinjam dulu kalau nggak punya atau nggak bawa duit. Kumpulkan. Aku nanti yang akan membawanya ke dalam asrama. Jam sarapan pagi, aku akan membagikan buku-buku itu kepada kalian. Yang bukunya beli, boleh dikasih nama. Tapi yang pinjam, ingat-ingat saja, dan jaga jangan sampai rusak. Kalau rusak ya harus diganti..."

"Diskusinya nggak buru-buru kan?" tanya seorang anak yang lain.

Soso menggeleng, "Minggu depan lah. Aku tahu kalian perlu waktu untuk membacanya...."

Anak-anak itu mulai melihat-lihat koleksi buku di toko Pak Yedid. Beberapa ada yang bertanya, apakah Soso sudah membaca buku itu atau belum, apakah buku itu direkomendasikan Soso atau tidak. Mereka lalu menumpuknya.

Lumayan, kata Pak Yedid, ada tujuh orang yang membelinya. Dua berjanji akan membayarnya nanti, sisanya meminjam dulu. Tapi jumlahnya hanya tujuh belas. Satu anak tidak membeli dan tidak juga meminjam. Entah siapa. Soso tak terlalu peduli.

Anak-anak itu bubar, kembali ke sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun