Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Antara Film dan Drama Korea, Pilihannya adalah...

8 Januari 2021   15:42 Diperbarui: 8 Januari 2021   15:48 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Cara membangun konflik cerita dalam film Korea juga menarik. Mereka tidak menumpuk konflik, tapi menyebarkannya, bisa ditemukan dari awal bahkan hingga nyaris ujung cerita! 

Dengan begitu, konflik terakumulasi menjadi komplikasi; ruwet. Bagian menarik lainnya adalah ending. Jika pengolahan konflik saja begitu rumit dan komplikatif, sudah jelas, endingnya akan sulit ditebak.

Soal ending, film-film Holliwood, Bollywood, Mandarin, hingga film Indonesia, nyaris bisa dikatakan mudah ditebak. Hollywood yang paling mudah, kebanyakan pasti happy ending. 

Hanya pengemasan saja yang membuat kita betah menonton film Hollywood sehingga kita masih menonton filmnya sampai akhir, meski ending sudah bisa ditebak dari awal. 

Beberapa bahkan sudah bisa ditebak sebelum film dimulai! Mau apa lagi, itu memang standarisasi film Hollywood. Kalaupun ada ending yang digantung, tak lebih dari strategi agar menonton sequel-nya. Intinya, pasti 'memuaskan' penonton.

Film-film Eropa --terutama Italia dan Perancis yang sering saya tonton---selama ini dikenal dengan ending yang tak bisa ditebak. Tapi, ending-nya seringkali membuat penonton jengkel; menggantung, kadang nggak jelas. "Lho kok... lho kok..." iya kan? Makanya, banyak yang tak suka nonton film-film Eropa model begini, ujungnya pasti misuh-misuh.

Tapi film Korea, meski ending-nya susah ditebak, mereka tak pernah mengecewakan penontonnya. Ini yang saya sebut kelebihannya. Film dengan tema apapun, selalu berhasil mengikat penonton untuk menyelesaikannya sampai akhir. 

Saya pernah menonton film Korea dengan tema hubungan anak dengan ibunya yang sakit demensia (entah kenapa, penyakit ini juga menjadi favorit para sineas Korea, berbeda dengan sineas Indonesia yang hobi menempatkan amnesia sebagai penyakit favorit). Cerita film ini sederhana, tapi saya tak berhasil meninggalkannya meski ada hal yang harus dikerjakan!

Lalu bagaimana dengan drama Korea? Jujur saja, untuk ini, saya tak pernah benar-benar menontonnya. Itu jatahnya istri saya selepas Magrib. Ia menonton begitu banyak judul. 

Tapi dari pengamatan saya --sambil rada-rada jengkel karena tak bisa menonton acara lain, setidaknya sampai jam sembilan malam---temanya tak jauh-jauh dari tema yang saya sebutkan dalam film-filmnya.

Kalau dalam film India tokoh polisi selalu nongol, dalam film dan drama Korea, tokoh pengacara atau jaksa nyaris tak pernah absen, kecuali bertema Korea klasik. Konflik, saya yakin, rumusannya sama, apalagi dalam drama seri, mereka punya ruang yang lebih luas untuk mengolah konflik. Ending? Untuk ini, saya nggak tau, karena belum ada satupun drakor yang saya tonton sampai tuntas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun