Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Tren 2021, Stalin atau Chaplin?

6 Januari 2021   18:22 Diperbarui: 12 Januari 2021   23:20 927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ART by Alip Yog Kunandar

Saya mau ngomongin kumis, yang kira-kira akan menjadi tren 2021. Jadi nggak usah terlalu sensi, hingga menghubungkannya dengan persoalan politik bahkan ideologi.

Nama pertama memang kontroversial, tapi karena kontroversinya itulah saya tertarik menuliskan cerita hidupnya yang berliku. Nama kedua tidak kontroversial, tapi fenomenal. Setidaknya di jagat hiburan. Ketika sudah meninggalpun, sosoknya dihidupkan kembali dalam versi tokoh kartun. Kelak, jika data-datanya sudah memadai, mungkin saja saya akan ikut 'menghidupkannya' kembali seperti yang sedang saya lakukan dengan Stalin.

Tapi sekali lagi, saya mau ngomongin kumis. Untuk itu, perlulah kita menengok jenis-jenis kumis yang umum. Silakan cek gambar di bawah ini.

Setelah melakukan riset (alaah riset gaya amat, baca googling), saya mengumpulkan beberapa jenis kumis dari masa ke masa dengan penamaannya.

Yang pertama adalah comb alias sisir. Ini gaya paling umum karena terlihat rapi, macho, juga kebapakan, makanya ada juga yang menyebutnya 'the daddy.' Kedua disebut 'pencil' karena kumisnya cenderung tipis atau sengaja dipotong tipis dengan bagian atas dan bawahnya dikerik rapi. 

Ketiga handlebar alias gagang pintu, mungkin karena lekukan yang 'maksa' pada kedua ujungnya. Maksa karena memang tidak natural, perlu usaha untuk membentuknya dengan cara memelintirnya, atau mungkin dengan menambahkan gel.

Keempat, scruffy alias berantakan. Biasanya pada anak-anak muda yang kumisnya baru tumbuh dan belum dibentuk, atau mungkin masih bingung mau diapain.

Kelima, horseshoe alias ladam bin sepatu kuda. Yang ini nggak mudah, harus punya modal brewokan atau rajin beli obat penumbuh dulu agar bisa sempurna. Keenam 'walrus.' 

Disebut begini karena bentuknya yang memang mirip kumis hewan sodaranya anjing laut yang bertaring panjang itu. Ini sebetulnya kelanjutan model sisir tapi lebih panjang dan agak berantakan.

Berikutnya adalah gaya cowboy. Cirinya panjang dan menutupi bibir bagian atas dengan kedua ujung menekuk ke bawah bukan terangkat seperti gaya walrus.

Kedelapan disebut Fu Manchu alias gaya China, di mana kedua ujungnya dibiarkan panjang menjuntai ke bawah. Kesembilan, sebetulnya mirip Fu Manchu, tapi kedua ujungnya dibuat terbalik alias mencuat ke atas. 

Gaya ini melekat pada sosok pelukis nyentrik Salvador Dali, makanya disebut gaya Dali. Dan yang terakhir, ya gaya Chaplin. Di Indonesia disebut juga gaya Jojon, pelawak senior yang sudah almarhum yang juga terkenal dengan celana pendeknya yang nyampe ke dada.

Terus kumisnya Stalin yang mana?

Kalau dilihat dari model-model tadi, kumis Stalin muda masih bergaya scruffy mulai tumbuh dan agak berantakan.

Kumis ikoniknya adalah perpaduan antara gaya sisir dengan gaya walrus; tebal, rapi, dengan kedua ujung yang sedikit terangkat tapi tidak maksa seperti gaya gagang pintu.

Sementara Chaplin, masa mudanya justru tidak memelihara kumis. Kumisnya memang tumbuh, tapi ia mencukurnya. Begitupun dalam keseharian. Kumis ikoniknya bukanlah kumis asli, tapi tempelan, yang akan dilepas kalau ia tak beraksi.

Kumis model Chaplin yang asli malah dimiliki oleh Hitler, tokoh yang kemudian disindir oleh Chaplin dengan memerankan satirenya.

Pertanyaannya, mana yang akan menjadi tren 2021 ini?

Model handlebar alias gagang pintu sudah pernah populer kembali beberapa tahun belakangan ini, dan saya menduga tahun ini akan menurun popularitasnya.

Penyebabnya, orang masih jarang keluar rumah, jadi model-model rapi yang sengaja dibentuk, apalagi model 'kurang kerjaan' kaya modelnya Dali pasti ditinggalkan.

Model scruffy masih banyak yang akan pakai, alasannya sederhana, karena keadaan, kumisnya baru belajar tumbuh, jadi nggak bisa disebut tren. Maka kandidatnya adalah model sisir, walrus, koboy, atau model Chaplin. 

Model koboy tak akan disukai banyak pria di Indonesia, ribet, apalagi panjang sampai menutupi mulut. Kalau pas makan terus kepanjangan, bisa ikut kegigit atau kemakan. Model walrus juga terlalu berantakan, jadi ada kemungkinan perpaduan antara walrus dengan model sisir, ya itu, modelnya Stalin.

Model ini punya kelebihan di masa covid-19 ketika orang bergeser dari masker ke faceshield. Dengan model panjang tapi tak mengganggu mulut, kumis ini bisa menjadi bemper dari mendaratnya virus. Apalagi faceshield harus sering dibuka-tutup bagian bawahnya, entah itu pas makan atau pas ngomong pake mikrofon.

Kandidat kedua ya model Chaplin. Ini juga bagus buat menangkal virus, karena menggerumbul di tengah sehingga menghalangi virus masuk lewat hidung. Membentuknya juga gampang, tinggal kerok kiri dan kanan, beres. Masalahnya, Anda punya kekuatan mental untuk punya kumis model ini nggak?

Jadi bagi saya, pemenangnya adalah kumis Stalin. Tidak percaya kumis ini bakal tren? 

Masalahnya bukan percaya atau tidak, tapi mampu atau tidak. Tidak semua orang punya bakat berkumis seperti ini, termasuk saya. Maunya sih begitu, tapi apa daya, kumis sebelah kiri dan kanan nggak kompak, ada yang lebat ada yang jarang, ada yang tumbuh cepat ada yang malas-malasan.

Kalau ramalan ini terbukti, ada satu orang di Indonesia yang akan menyesalinya; Mas Adam, suaminya penyanyi Inul Darastista yang baru-baru ini dikabarkan mencukur habis kumisnya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun