"Bapakmu pernah ke sini waktu masih waras. Waktu itu usahanya baru saja ambruk. Dia ingin bekerja lagi di pabrik, tapi kularang. Kubilang, dia harus bertahan di Gori. Kalaupun mau ke Tiflis, istrinya harus dibawa. Tapi ibumu tak mau pindah ke sini, dia bilang --bapakmu yang ngomong---kalau di Gori saja punya usaha sendiri sudah sengsara, apalagi jadi buruh di Tiflis...." kata Pak Sese.
"Terus salah ibu saya apa?" tanya Soso yang merasa belum mendapatkan jawaban atas 'kesalahan' ibunya itu.
"Aku males ngomong ini sebetulnya, tapi kurasa sudah saatnya. Mumpung ada kesempatan dan kau juga sudah gede..." kata Pak Sese lagi. "Sejak usaha bapakmu bangkrut, atau mungkin juga sebelum itu, ibumu yang tak terbiasa hidup susah, kabarnya dekat dengan banyak laki-laki, termasuk pacar lamanya. Bapakmu tak tahan dengan itu, sudah usahanya bangkrut, ibumu nakal pula. Ia mulai mabok..."
Soso langsung menyela dengan sedikit emosi, "Itu nggak mungkin Pak De, itu pasti hanya cerita Bapak..."
"Aku bukan orang bodoh So..." kata Pak Sese. "Aku yang ikut menjodohkan mereka. Aku tidak hanya mendengar dari si Beso saja. Tanya Budemu, aku beberapa kali ke Gori untuk menyelidiknya..."
Soso diam. Jantungnya mulai berdetak kencang.
"Bapakmu sangat mencintai ibumu. Ia sangat berharap punya anak. Berkali-kali ibumu melahirkan dan tak ada yang selamat. Sampai ketika kau lahir, dia tak peduli lagi, apakah kamu itu darah dagingnya atau bukan!"
Soso tak tahan dan berdiri, tapi tangan lembut Mak Imel menahannya. Ia duduk lagi.
"Jangan tanya apakah kamu anaknya si Beso atau bukan. Aku nggak tahu soal itu..." kata Pak Sese lagi yang begitu tenang mengatakannya. "Yang jelas, si Beso sangat menyayangimu. Ia berusaha keras, tapi usahanya memang tidak berhasil. Ibumu tidak membantu, dan sejak itu, maboknya tambah parah!"
Soso belum sempat ngomong, Pak Sese sudah melanjutkan. "Tapi jangan salahkan ibumu juga. Mungkin ia kaget dengan kehidupan yang tak pernah disangkanya akan sepahit itu. Lepas dari semua, ia sudah berubah. Mungkin tidak bisa menerima bapakmu lagi, tapi dia sangat menyayangimu, dia jalani kehidupan yang sulit itu untuk membesarkanmu. Dia mengharapkanmu jadi anak yang baik untuk menebus kesalahan kedua orang tuamu itu..."
Dada Soso bergemuruh.