Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (28) Bapak yang Durhaka

24 Desember 2020   08:08 Diperbarui: 24 Desember 2020   08:18 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lelaki yang penampilannya lebih tua dari usia yang sesungguhnya itu menarik jubah seragam Soso. "Hei... tunggu!" teriaknya. Soso terus melangkah, lelaki itu terseret dan terguling di lantai. "Berhenti kau, anak setan!" tangannya mencengkram betis Soso.

Soso mengayunkan kakinya, dan tanpa sengaja telapak kakinya menghantam kepala lelaki itu, hingga meraung kesakitan.

Dua orang penjaga sekolah berlarian ke arah mereka.

"Sekolah macam apa ini, katanya sekolah agama, tapi kenapa tidak bisa mendidik muridnya supaya menghormati orang tua!" teriak Pak Beso saat ditanya oleh seorang penjaga dengan menggunakan bahasa Georgia. Untuk urusan bertemu dengan tamu, siswa memang diizinkan untuk menggunakan bahasa lain. Khusus di ruang tamu itu.

Satu penjaga yang lain, yang tadi mengabari Soso di kelas bertanya dalam bahasa Rusia, "Kau apakan Bapakmu itu?"

Soso menggeleng, "Itu bukan bapak saya. Dia pengemis di Bazaar Persia, sering saya kasih uang. Taunya dipake buat mabok. Dia datang ke sini ngaku-ngaku sebagai bapak saya untuk meminta uang lagi!"

Penjaga itu tampak sedikit ragu.

"Bohong, dia anakku. Aku benar-benar bapaknya!" teriak Pak Beso, kali ini dalam bahasa Rusia. Soso tak kaget, dari dulu ia tahu bapaknya bisa banyak bahasa. Pengalaman kerjanya di pabrik sepatu itu mungkin juga mengasahnya.

"Kalau lelaki tua ini yang berbohong, urusan gampang. Tapi kalau kau yang berbohong, urusannya bisa sampai ke rektor!" kata penjaga itu. "Katakan sekali lagi, apa betul ini bapakmu atau bukan?"

Soso tahu konsekuensi berbohongnya cukup gawat, apalagi berbohong soal orangtuanya sendiri. Tapi ia nggak mau mundur lagi. "Bagaimana saya bisa membuktikannya? Tidak ada orang yang bisa menjadi saksi di sini!" kata Soso, padahal kalau mau, ada si Peta dan Seva di sekolah itu yang bisa mengenalinya.

Penjaga pertama, yang menjemput Soso, melirik pada temannya. "Usir lelaki itu. Anak ini benar, tak pernah ada anak gembel yang sekolah di sini. Kulihat mukanya juga nggak ada mirip-miripnya!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun