Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Sudah Lama Tak Ingat Nama-nama Menteri

23 Desember 2020   13:42 Diperbarui: 24 Desember 2020   09:02 2270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://twitter.com/sandinoor/status/1186151209922527232

Tak susah, menteri baru jarang-jarang. Atau geser-geser dikit. Kalau nggak hafal? Hati-hati, di ulangan PMP (Pendidikan Moral Pancasila), pasti ada soalnya.

Menteri Penerangan, Harmoko. Menteri Dalam Negeri, Rudini. Menteri Luar Negeri, Ali Alatas. Menristek, BJ Habibie. (Ini yang nyisa, dulu apal, sumpah, haha)

Lah, setelah reformasi, Menristek yang nyaris tak tergantikan itu naik pangkat jadi wapres dan kemudian jadi Presiden, bubarlah itu semua pengetahuan soal menteri-menteri. 

Zaman Pak Habibie, cuma ingat Menpen, Yunus Yosfiah. Itu juga karena saya ikut-ikutan nerbitin tabloid dan mengajukan SIUPP yang dipermudah. Menteri lainnya? Gelap. Zaman Gus Dur, hanya ingat nggak ada lagi Menpen dan Mensos yang dihapus, dan Pak JK yang hanya enam bulan jadi Menperindag (Inget karena tahun 2002, bantu dosen saya menulis kisahnya jadi buku, Enam Bulan Jadi Menteri). 

Zaman Bu Mega cuma inget Pak JK dan SBY. Zaman SBY cuma inget Pak Budiono yang kemudian bersanding jadi wakilnya. Zaman Pak De Jokowi, rasanya kok makin sulit mengingat menteri ya. Kalaupun inget namanya, kementeriannya yang nggak tau, atau sebaliknya. Paling hafalnya cuma Bu Susi, karena takut ditenggelamkan.

Apa karena faktor 'U' yang membuat otak makin kedodoran menyimpan memori; atau karena terlalu banyak bongkar pasang hingga antara yang dibongkar dan dipasang juga sama-sama 'gelap'; atau karena menterinya yang 'kurang gaul' sampai-sampai kita nggak tau kalau dia menteri; atau ada orang yang populer diangkat menteri setelah itu malah menghilang; atau baru 'diketahui' kalau dia itu ternyata menteri setelah kesandung kasus korupsi. 

Pokoknya, makin hari makin sulit mengingat nama menteri.

Belum lagi hafal anggota kabinet terakhir ini (apalagi prestasinya), tiba-tiba rombakan baru lagi, reshuffle, bahasa gayanya. Ada lah dua nama yang bisa diingat (bagi saya). 

Satu, Bang Sandi Uno yang menyusul pasangannya dari lawan tanding Jokowi menjadi anggota barisannya. Dua, Bu Risma, walikota di kota yang bukan tempat tinggal saya tapi namanya kemana-mana. Yang lain, statusnya 'cuma pernah denger' atau bahkan saya nggak kenal sama sekali (apalagi mereka sama saya!).

Apakah kenal atau hafal itu penting? Tidak juga sebetulnya. Di zaman Pak Harto, hafal nama menteri dan kementeriannya juga nggak tau hasil kerjanya apa. Mungkin bukannya nggak berprestasi, tapi kan penilaian prestasinya nggak jadi urusan rakyat kayak sekarang, bener-bener hak prerogatif presiden. 

Rakyat mah nggak perlu ambil pusing. Kira-kiranya, kalau besok jadi menteri lagi, ya kita anggap lah dia berprestasi, setidaknya di depan Bapak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun