Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Sudah Lama Tak Ingat Nama-nama Menteri

23 Desember 2020   13:42 Diperbarui: 24 Desember 2020   09:02 2270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://twitter.com/sandinoor/status/1186151209922527232

Teman-teman KKN di desa 'Jawa' harus patungan buat program. Di tempat saya, mau bikin program apa terserah. Mau cuma tiduran juga nggak ada urusan. Penduduk sana sibuk ngurusin tambak, nggak minat sama seminar atau penyuluhan yang nggak jelas. 

Ya sudah, karena saya juga anak komunikasi, program saya ya berkomunikasi, nemuin penduduk di tambak, ngobrol ngalor-ngidul. Topiknya? Kenapa orang dari Tanah Jawa seperti saya bisa kuliah di Makassar. 

Udah, itu aja, bolak-balik. Sukses? Ya sukses, sedesa kenal dengan saya, "anak KKN yang dari Bandung" (saya tak bisa menyebut kampung saya di Ciamis, percuma, nggak bakalan dikenal).

Pak Dukuh yang rumahnya dijadikan posko sekaligus tempat tinggal, juga masuk dalam OKB itu, meski sebelumnya juga bukan orang miskin. Seminggu sekali ke kota kecamatan. Pulang selalu bawa oleh-oleh khusus untuk saya, satu slop rokok GG Surya. 

Tiga anak cowok yang lain, karena anak lokal kampungnya tak jauh-jauh dari situ dianggap punya duit, jadi tak dibelikan. Mungkin juga karena saya ketua kelompok yang tak pernah kemana-mana dan selalu 'bekerja.' Desas-desusnya, karena anak semata wayangnya yang cewek naksir sama saya, haha... entahlah.

Gara-gara itulah saya tak merasa negeri ini sedang krisis moneter. Pulang KKN berat badan saya naik lima kilo, rekor yang tak pernah saya lampaui lagi hingga saat ini. Tapi begitu balik ke Makassar yang masih menyandang nama Ujungpandang dunia berasa mau kiamat. Tuman makan-rokok gratis, harus beli. Hari ini harga sebungkus rokok 400 perak, besoknya naik 425, besoknya naik 450, sampai di angka 1.100 perbungkus. Manyun dah...

Mau ke kampus nggak punya duit, nyelesain kuliah buru-buru juga percuma, negara lagi kacau. Lulus pun mau nyari kerja apa. Ya sudah, mumpung lagi musim demo, ya ikutan saja lah. Toh, begini-begini mantan aktivis pers mahasiswa yang -ceritanya- (sok) kritis.

Oh iya, ini ceritanya mau ngomongin menteri di zaman Orba dan menteri-menteri setelahnya. Bukan soal KKN (bisa Kuliah Kerja Nyata, bisa juga Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, istilah yang ngetop waktu itu), bukan pula soal reformasi. Jauh sebelum itu, sejak zaman SD sampai Orba tumbang itu, jangankan Pancasila yang cuma lima, butir-butirnya pun remang-remang cukup hafal. 

Maklum, sebelum mulai kuliah, digodok dulu dengan penataran P4, Pedoman Pengamalan dan Penghayatan Pancasila. Belum lagi tiap minggu di radio dijejalin doktrin 'Forum Negara Pancasila' yang dibawakan dengan sangat khas oleh Pak Tejo Sumarno Sarjana Hukum (begitu dia memperkenalkan dirinya)

Apalagi? Jangankan presiden dan wakilnya, menteri-menterinya pun hafal di luar kepala. Salah satu tugas pelajar (sebelum jadi mahasiswa) adalah hafal nama-nama anggota kabinet. 

Tiap habis pemilu, nama presiden tak usah dihafal, otomatis, wapres gampang, banyaknya yang sudah terkenal jadi menteri terus naik pangkat. Bagaimana menghafal menterinya? Belilah poster, atau sekolahan sudah membelikannya dan ditempel di dinding kelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun