Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (1) Soso

27 November 2020   12:48 Diperbarui: 20 Mei 2021   15:46 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Stalin - Soso (dokpri)

Nah karena bapaknya kebanyakan mabok, suatu ketika Mak Keke ngamuk, bapaknya sampe dilempar belati saking keselnya. "Lo ini kalo kagak ngorok, mabok. Kalo nggak mabok nabok. Apa sih mau lo? Pegi sono. Jangan balik lagi, gue dah enek liat tampang lo!" amuk Mak Keke. 

Pak Beso yang setengah nyadar akhirnya ngambil sarung di jemuran dan ngebuntel barang-barangnya, lalu kabur tanpa ngomong apa-apa lagi. Tak lupa ia mengambil belati yang dilemparkan istrinya itu lalu membawanya ke tukang loak untuk digantikan sebotol anggur.

Soso sendiri hanya memandangnya dengan bingung, antara seneng dengan sedih. Seneng karena nggak ada bapaknya yang suka bikin onar di rumah, tapi juga sedih karena nggak punya bapak. Seneng karena nggak bakalan ada lagi yang nyuruh dia ngerokin dan mijetin punggung bapaknya dan hanya boleh berhenti sampe bapaknya tidur. 

Tapi sedih karena nggak ada yang bisa nakut-nakutin tikus di rumah bobroknya. Selama ini, kalo bapaknya tidur di rumah, nggak ada tikus yang berani slanang-slonong, karena kalau lagi mabok dan lapar, apa aja bisa dimakan bapaknya. 

Jangankan tikus yang ada dagingnya, sol sepatu aja dia embat. Tapi kalo bapaknya nggak ada, tikus-tikus itu pada pesta, kadang pake acara maen kartu semalam suntuk segala di kamarnya.

Tambah sedih lagi, karena sepeninggal bapaknya, Soso juga harus ikut bantuin emaknya nyari makan. Dengan terpaksa, ia sering menyusuri sungai Kura buat mancing. Lumayan lah hasilnya, kadang pulang bawa ikan loach[4], bleak[5], trout[6], atau kadang ikan nase.[7]  

Mak Keke seneng banget kalo Soso pulang bawa ikan, dia bilang, "Kamu nanti bakal jadi orang hebat kalo banyak makan ikan.." katanya. Soso diem aja, ia tau, emaknya cuma menghibur karena ia nggak punya bahan makanan lain.

Tapi kayaknya emaknya bener. Sepeninggal ayahnya yang ketauan mabok sama Pak Charkviani, Pak Chark yang seorang pendeta itu, mengajak Soso untuk belajar di tempatnya. Soso diajari baca dan tulis. Hebatnya, dalam usia lima tahun, Soso sudah bisa membaca dan menulis. 

"Nah, kan Emak dah bilang, sering-sering makan ikan, nanti kamu bakal pinter!" kata Mak Keke. Soso pun bangga dengan itu, bahkan setelah itu, Soso disuruh ngajarin Nora, anak Pak Chark yang sudah 13 tahun tapi belum bisa baca tulis juga.

Meski pinter, Soso bukanlah anak yang disenangi teman-teman di kampungnya. Maklum, penampilan Soso emang rada-rada ajaib. Sudah badannya bogel, kecil, pendek, rambutnya hitam legam, matanya berbintik, dan yang paling sering diejek adalah bentuk kakinya. Dua jari kaki kirinya dempet sejak lahir, dan itu sering jadi bahan ejekan teman-temannya. 

Celakanya lagi, menjelang usianya yang ke tujuh tahun, Soso terserang penyakit cacar, hingga wajahnya penuh dengan bopeng, ia pun kemudian dijuluki si Bopeng. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun