Konsep ini memusatkan pada pengukuran kebahagiaan manusia melalui kalkulasi hedonik. Hedonistic Calculus melibatkan pemilihan tindakan berdasarkan tingkat kebahagiaan yang mereka hasilkan. Konsep ini telah diterapkan dalam berbagai bidang, termasuk dalam hukum. Namun, Hedonistic Calculus juga mendapatkan kritik karena ada batasan dalam memahami fenomena kejahatan korupsi di Indonesia. Kejahatan korupsi merupakan masalah yang kompleks dan melibatkan banyak faktor, sehingga tidak bisa sepenuhnya dipahami melalui pendekatan Hedonistic Calculus saja. Dalam memahami dan menangani fenomena kejahatan korupsi, perlu dilakukan pendekatan alternatif yang pragmatis, etis, dan hukum.
Penerapan Hedonistic Calculus dalam Bidang Hukum memiliki peran penting dalam menganalisis fenomena kejahatan korupsi di Indonesia. Penerapan ini melibatkan pengukuran dan perhitungan kebahagiaan atau kenikmatan dalam konteks hukum. Dalam kasus kejahatan korupsi, Hedonistic Calculus dapat digunakan untuk menganalisis motivasi dan dampak dari tindakan korupsi terhadap masyarakat. Namun, ada keterbatasan dalam memahami kejahatan korupsi dengan menggunakan Hedonistic Calculus yang berfokus pada aspek hedonistik semata. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan alternatif seperti pendekatan pragmatis, etis, dan hukum dalam menangani kejahatan korupsi agar masalah ini dapat diselesaikan secara komprehensif dan efektif.
Studi kasus kemudian digunakan untuk melihat aplikasi Hedonistic Calculus pada kasus kejahatan korupsi di Indonesia. Alternatif pendekatan juga dibahas sebagai upaya untuk menangani kejahatan korupsi, termasuk pendekatan pragmatis, etis, dan hukum. Dalam kesimpulannya, diskursus Jeremy Bentham dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang fenomena kejahatan korupsi di Indonesia serta alternatif pendekatan yang dapat diambil dalam upaya pemberantasannya.
Kritik terhadap Hedonistic Calculus membuka ruang untuk merenungkan kelemahan dalam konsep ini. Salah satu kritik utama terhadap Hedonistic Calculus adalah ketidakmampuannya dalam menggambarkan kejahatan korupsi yang kompleks di Indonesia. Konsep ini terlalu berfokus pada hasil akhir yang menguntungkan, tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari tindakan korupsi. Selain itu, Hedonistic Calculus dianggap tidak peka terhadap nilai moral dan etika yang mendasari kejahatan korupsi. Dalam kasus korupsi di Indonesia, penting untuk mengadopsi pendekatan yang lebih holistik dan menyeluruh dalam memahami fenomena ini. Kesadaran akan dampak sosial, ekonomi, dan politik dari korupsi menjadi penting untuk mengembangkan pendekatan yang efektif guna memberantas kejahatan ini.Â
Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia
Fenomena kejahatan korupsi di Indonesia adalah salah satu isu yang perlu dicermati. Kejahatan korupsi memiliki definisi dan karakteristik khusus yang mencerminkan penyimpangan dalam moralitas dan nilai-nilai masyarakat. Sejarah kejahatan korupsi di Indonesia menunjukkan bahwa ini bukanlah masalah baru dan telah melanda negara ini selama bertahun-tahun. Beberapa faktor penyebab meningkatnya kejahatan korupsi antara lain adalah rendahnya integritas, sistem hukum yang lemah, dan tindakan penegakan hukum yang tidak tegas. Analisis Hedonistic Calculus terhadap kejahatan korupsi memberi kita pemahaman tentang motivasi di balik tindakan korupsi dan dampaknya secara sosial. Namun, perlu diakui bahwa terdapat keterbatasan dalam penggunaan Hedonistic Calculus untuk memahami kejahatan korupsi secara menyeluruh. Untuk menangani masalah ini, ada alternatif pendekatan yang bisa dilakukan, seperti pendekatan pragmatis, etis, dan hukum.
Korupsi dapat didefinisikan sebagai penyalahgunaan kewenangan atau jabatan publik untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Korupsi mencakup berbagai tindakan seperti penggelapan uang negara, penerimaan suap, pemerasan, kolusi tender proyek, nepotisme dalam rekrutmen pegawai negeri, dan lain sebagainya. Intinya korupsi melibatkan penggunaan wewenang jabatan publik secara ilegal dan tidak etis demi kepentingan pribadi.
Kejahatan korupsi memiliki sejumlah karakteristik khas.Â
Pertama, korupsi selalu melibatkan pejabat atau aparat negara karena mereka memiliki akses terhadap sumber daya dan dana publik. Kedua, ada unsur penyalahgunaan kepercayaan dan kewenangan jabatan untuk kepentingan pribadi, sehingga merugikan kepentingan umum dan negara.
Ketiga, biasanya terdapat kerahasiaan dan konspirasi antara pihak-pihak yang terlibat korupsi. Mereka sengaja menutupi perbuatannya agar tidak terdeteksi. Keempat, ada unsur timbal balik dan saling menguntungkan antara pihak pemberi dan penerima suap atau antara pihak yang terlibat korupsi.