Mohon tunggu...
Aline Lintang
Aline Lintang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemilik

Hallo ! Aku Lintang, seorang pengusaha, pecinta fashion dan kuliner. Lagi sibuk banget nih mengurus Beanshop, tempat di mana kamu bisa belanja baju kece sambil ngopi santai. Aku percaya kalau hidup itu harus dinikmati, jadi aku bikin tempat ini biar kamu bisa nemuin semuanya di satu tempat. Yuk, mampir dan rasain vibe-nya sendiri!

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Rumah Bayangan Part 3

12 Oktober 2024   21:04 Diperbarui: 12 Oktober 2024   21:10 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

**Chapter 3: Si Pembunuh Bayangan**

Di bawah langit yang mendung, hujan gerimis turun perlahan membasahi jalan-jalan kota kecil itu. Anton, dengan pikiran yang semakin terpecah antara logika dan kenyataan yang semakin aneh, kembali memeriksa berkas-berkas yang berhubungan dengan kasus Lisa. Kali ini, ada sesuatu yang membuat kepalanya terasa berat, terutama setelah menerima kabar terbaru tentang pembunuhan kedua yang mirip dengan Lisa. Korban yang tewas bernama Adi, seorang pria yang tidak ada hubungannya dengan Lisa, tetapi ditemukan dalam kondisi yang sama: wajahnya hancur, terbaring tak bernyawa di depan sebuah cermin.

Anton memandang jauh ke papan yang dipenuhi foto-foto tempat kejadian perkara, catatan investigasi, dan potongan artikel lama tentang rumah tua tempat pembunuhan pertama terjadi. Hatinya mulai diliputi kekhawatiran, ada sesuatu yang lebih dari sekadar kebetulan dalam kasus ini.

"Anton, lihat ini," suara Siska memecah kesunyian di ruang penyelidikan yang sempit. Dia datang dengan sebuah berkas tambahan dan beberapa artikel lama di tangannya. "Aku baru saja menggali lebih dalam tentang sejarah rumah tua itu dan menemukan sesuatu yang menarik."

Anton menoleh, matanya sedikit terpaku pada tumpukan dokumen yang dibawa Siska. "Apa yang kau temukan?" tanyanya sambil mengambil salah satu artikel.

"Rumah tua itu dulunya dimiliki oleh seorang seniman bernama Surya. Dia terkenal karena karya-karyanya yang gelap dan penuh nuansa suram. Tapi yang lebih menarik, dia bunuh diri di dalam rumah itu---di depan cermin yang sama, tepat di ruang tamu yang kita periksa."

Anton membelalakkan mata, mengingat kembali cermin besar yang anehnya tetap bersih di tengah rumah yang begitu berdebu dan tidak terurus. "Jadi, cermin itu adalah bagian dari rumah selama bertahun-tahun?"

Siska mengangguk. "Ya, dan ternyata bukan hanya itu. Ada mitos di kalangan penduduk lokal yang percaya bahwa cermin itu 'terkutuk'. Mereka bilang, arwah Surya masih menghuni cermin itu dan memantulkan niat jahat bagi siapa pun yang terlalu lama menatapnya."

Anton mendengus, meskipun cerita itu membuat bulu kuduknya meremang. "Tentu saja, sebuah legenda kota kecil. Aku tidak percaya pada hal-hal seperti itu."

Namun, meski skeptis, Anton tak bisa mengabaikan pola yang semakin jelas. Ada keterkaitan kuat antara pembunuhan Lisa dan Adi. Keduanya ditemukan tewas di dekat cermin, dengan wajah hancur. Dan lebih aneh lagi, sidik jari di cermin yang ditemukan di tempat Adi dibunuh cocok dengan yang ditemukan di cermin rumah tua, namun tidak bisa diidentifikasi di database polisi.

- - -

Anton memutuskan untuk menggali lebih dalam tentang korban kedua, Adi. Dia adalah seorang pria berusia tiga puluh tahun, seorang karyawan swasta yang hidupnya cukup biasa. Namun, seperti halnya Lisa, tidak ada yang tahu kenapa dia bisa menjadi korban dari pembunuhan brutal ini. Satu hal yang menggelitik pikiran Anton adalah kenyataan bahwa di tempat kejadian, Adi ditemukan menghadap ke cermin yang tergantung di dinding apartemennya, dengan darah berceceran di sekitarnya.

Sementara Anton dan Siska melakukan penyelidikan, mereka mendapatkan laporan forensik terbaru dari TKP Adi. Hasilnya mencengangkan. Selain sidik jari yang sama, ada sesuatu yang lebih aneh lagi. Ditemukan partikel kaca halus di sekitar tubuh Adi, seolah-olah cermin di apartemen itu baru saja pecah sebelum diganti dengan yang baru. Namun, tidak ada bekas cermin yang hancur di sekitar tempat kejadian.

Anton mulai merasakan tekanan semakin besar. Dua pembunuhan dengan pola yang sangat mirip, dengan keterlibatan cermin yang mencurigakan. Bagaimana mungkin cermin-cermin ini terhubung? Apakah ada motif simbolis di baliknya, atau mungkin pelaku menggunakan cermin sebagai alat psikologis untuk menakut-nakuti korbannya?

"Ini tidak bisa diabaikan," gumam Anton. "Pelaku mungkin sengaja menggunakan cermin sebagai alat untuk memanipulasi korban. Tapi bagaimana caranya?"

Siska tampak termenung. "Kau pikir, apa mungkin pelaku sengaja memanipulasi cermin agar korban melihat sesuatu yang membuat mereka ketakutan? Mungkin dia menggunakan cermin untuk menanamkan rasa takut yang begitu dalam, sehingga mereka kehilangan kendali."

Anton terdiam sejenak, merenungkan teori tersebut. "Itu masuk akal. Kalau pelaku tahu bagaimana cara mengarahkan korban untuk melihat cermin sebelum mereka terbunuh, mungkin cermin itu punya peran lebih dari sekadar alat untuk memantulkan gambar. Bisa jadi, pelaku memanfaatkan psikologi korban, membuat mereka ketakutan atau bahkan membuat mereka percaya bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari kenyataan di balik cermin itu."

- - -

Anton kemudian memutuskan untuk memeriksa lebih lanjut tentang Rian, pacar Lisa yang hilang. Dia yakin bahwa Rian bisa menjadi kunci dalam mengungkap misteri ini. Mereka melacak keberadaan Rian ke apartemen kecil yang terletak di pinggiran kota. Namun, apartemen itu sudah kosong. Tidak ada tanda-tanda kehidupan, seolah-olah Rian telah menghilang begitu saja setelah pembunuhan Lisa.

Namun, di apartemen tersebut, Anton menemukan sesuatu yang menarik. Di meja kecil di sudut ruangan, terdapat sebuah foto lama. Foto itu menunjukkan seorang pria yang mirip dengan Rian berdiri di depan cermin besar, yang sangat mirip dengan cermin yang ditemukan di rumah tua. Di belakangnya, tampak bayangan samar yang tidak seharusnya ada---sebuah bayangan yang tidak mencerminkan siapapun yang ada di foto.

"Ini gila," gumam Anton. "Apakah Rian tahu sesuatu tentang cermin itu? Apakah mungkin dia terlibat dalam pembunuhan ini?"

Siska menatap foto itu dengan rasa penasaran. "Atau mungkin Rian adalah korban berikutnya. Jika dia tahu sesuatu yang tidak seharusnya dia tahu, pelaku bisa saja mengincarnya."

Anton menyimpan foto itu sebagai petunjuk penting. Dia yakin bahwa ada lebih banyak rahasia yang harus diungkap, dan semua ini berputar di sekitar cermin-cermin yang misterius.

- - -

Keesokan harinya, Anton mendapat laporan terbaru dari tim forensik. Mereka menemukan sesuatu yang mencurigakan di cermin rumah tua. Ada jejak-jejak samar yang menunjukkan bahwa cermin tersebut pernah dipindahkan beberapa kali. Jejak ini sangat halus, tetapi cukup untuk membuktikan bahwa cermin itu bukan hanya barang antik yang dibiarkan begitu saja selama bertahun-tahun. Seseorang secara aktif memindahkan cermin itu.

Lebih jauh lagi, setelah menghubungi beberapa penduduk setempat, Anton menemukan fakta mengejutkan lainnya. Beberapa saksi mata melaporkan bahwa mereka pernah melihat seseorang berpakaian serba hitam, selalu muncul di dekat tempat-tempat yang memiliki cermin besar, termasuk di sekitar rumah tua dan apartemen Adi sebelum pembunuhan terjadi. Pria itu selalu terlihat dari jauh, tetapi menghilang sebelum ada yang bisa mendekatinya.

"Apa mungkin ini pelakunya?" tanya Anton kepada Siska. "Orang ini selalu berada di dekat cermin, dan dia selalu menghilang sebelum ada yang bisa menangkapnya."

Siska mengangguk perlahan. "Bisa jadi. Jika dia menggunakan cermin sebagai alat atau simbol, mungkin dia selalu berada di dekat tempat kejadian untuk memastikan semuanya berjalan sesuai rencana."

Anton mulai merasakan adanya pola yang lebih mendalam di sini. Pembunuh ini bukanlah pembunuh biasa. Dia tampaknya menggunakan cermin sebagai simbol dan alat untuk mengontrol dan memanipulasi korbannya. Setiap korban dihadapkan dengan cermin sebelum mereka tewas, seolah-olah dipaksa untuk melihat sesuatu yang tidak mereka sadari, sesuatu yang mematikan.

- - -

Saat menyatukan semua fakta, Anton menyadari satu hal yang mengerikan. Di setiap tempat kejadian perkara, cermin selalu ada, dan korban tampaknya diarahkan untuk melihat sesuatu di cermin sebelum mereka tewas. Apakah mungkin bahwa pelaku adalah seseorang yang tahu bagaimana memanfaatkan ketakutan manusia terhadap bayangannya sendiri? Atau mungkin dia menggunakan cermin untuk menciptakan ilusi yang begitu menakutkan, sehingga para korban terjebak dalam ketakutan mereka sendiri?

Namun, sebelum Anton bisa menjawab semua pertanyaan ini, dia mendapat telepon darurat. Ada laporan tentang pembunuhan ketiga. Korban kali ini adalah seorang wanita muda, ditemukan di depan sebuah cermin besar---dengan wajahnya hancur seperti dua korban sebelumnya.

Anton tahu bahwa waktu semakin menipis. Pembunuh bayangan ini harus dihentikan sebelum ada korban lain yang jatuh. Dan dia harus memecahkan teka-teki cermin ini, sebelum cermin itu memantulkan lebih banyak kematian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun