Mohon tunggu...
Aline Lintang
Aline Lintang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemilik

Hallo ! Aku Lintang, seorang pengusaha, pecinta fashion dan kuliner. Lagi sibuk banget nih mengurus Beanshop, tempat di mana kamu bisa belanja baju kece sambil ngopi santai. Aku percaya kalau hidup itu harus dinikmati, jadi aku bikin tempat ini biar kamu bisa nemuin semuanya di satu tempat. Yuk, mampir dan rasain vibe-nya sendiri!

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Rumah Bayangan Part 1

10 Oktober 2024   19:00 Diperbarui: 10 Oktober 2024   21:34 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

**Chapter 1: Misteri Pembunuhan di Rumah Tua**

Sinar matahari pagi menembus celah pepohonan, menciptakan bayangan panjang yang menari-nari di sepanjang jalan setapak yang menuju ke sebuah rumah tua di pinggir hutan. 

Rumah itu, dengan jendela-jendela yang berdebu dan atap yang sudah ditutupi lumut, tampak seolah-olah ditinggalkan oleh waktu.

 Orang-orang di kota kecil itu menyebutnya "Rumah Bayangan," bukan hanya karena lokasinya yang gelap dan terpencil, tetapi juga karena misteri dan tragedi yang seakan-akan menyelimuti bangunan tersebut.

Namun pagi itu, rumah tua tersebut menjadi pusat perhatian setelah mayat seorang wanita muda ditemukan di dalamnya. Lisa, seorang mahasiswa arsitektur berusia 24 tahun, ditemukan tewas mengenaskan. 

Tubuhnya terbaring di ruang tamu, dengan darah yang masih segar menodai lantai kayu yang retak. Wajahnya hancur, seperti dipukuli berulang kali dengan benda tumpul.

 Tetapi hal yang paling aneh bukanlah mayat itu sendiri, melainkan cermin besar yang berdiri di sudut ruangan. Cermin itu tampak bersih tanpa debu, meskipun seluruh rumah dilapisi oleh debu tebal yang menandakan bahwa tak ada seorang pun yang tinggal di sana selama bertahun-tahun.

Detektif Anton tiba di lokasi tak lama setelah laporan pembunuhan masuk. Dia adalah pria yang terkenal karena kemampuannya mengungkap kasus-kasus rumit yang sering membuat orang lain menyerah. 

Usianya sekitar 40 tahun, dengan rambut mulai memutih di beberapa tempat, dan wajahnya penuh dengan ekspresi serius yang tidak pernah meninggalkannya.

 Namun, di balik sikap dingin dan penuh perhitungannya, dia memiliki naluri yang kuat, sesuatu yang membuatnya mampu menghubungkan titik-titik yang tak terlihat oleh orang lain.

Asistennya, Siska, seorang detektif muda yang bersemangat, menyusul Anton beberapa saat kemudian. Dia memiliki pengetahuan luas tentang teknologi dan sering kali menjadi tangan kanan Anton dalam hal analisis forensik. 

Siska mengamati lokasi dengan cepat, matanya tertuju pada cermin besar yang tampak seperti benda asing di dalam rumah tua itu.

"Cermin itu... sepertinya aneh, Pak," ujar Siska pelan, seolah takut suaranya akan mengganggu ketenangan yang menyeramkan di dalam ruangan itu.

Anton mengangguk. "Benar. Rumah ini jelas sudah lama tidak dihuni, tapi cermin itu... terlalu bersih."

Anton mendekati cermin dengan hati-hati, pandangannya terpaku pada pantulan dirinya yang tampak tidak alami dalam ruangan yang suram itu. 

Dia bisa merasakan sesuatu yang tidak beres, meskipun dia tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata. Nalurinya memberi tahu bahwa cermin itu lebih dari sekadar benda mati.

Sambil mengamati sekeliling ruangan, Anton mulai bertanya kepada polisi yang pertama kali menemukan mayat Lisa. "Apakah ada tanda-tanda perlawanan dari korban?"

Petugas polisi, seorang pria tua dengan pengalaman bertahun-tahun, menggelengkan kepalanya. 

"Tidak ada tanda-tanda perlawanan. Kami juga tidak menemukan jejak kaki lain, selain milik korban. Semua jendela terkunci dari dalam, dan pintu depan hanya rusak sedikit, mungkin akibat dari seseorang yang masuk setelah kejadian."

Anton menyimak dengan seksama, kepalanya penuh dengan pikiran. "Tidak ada jejak pelaku, tidak ada tanda perlawanan... ini mengarah pada sesuatu yang terencana dengan sangat hati-hati."

Mereka kemudian menggali lebih dalam tentang latar belakang korban. Lisa adalah seorang mahasiswa arsitektur yang sedang melakukan penelitian tentang sejarah rumah-rumah tua di kota itu. 

Rumah ini, secara khusus, menarik minatnya karena sejarah kelam yang menyelimutinya. Lisa sering mengunjungi rumah-rumah terbengkalai seperti ini sebagai bagian dari proyek penelitiannya. Namun, apa yang seharusnya menjadi penelitian biasa ternyata berubah menjadi tragedi.

Anton dan Siska mulai menyelidiki pemilik rumah, Tuan Budi. Dia adalah pria tua yang jarang terlihat keluar dari rumahnya di pinggiran kota. Kesan pertama tentang Tuan Budi adalah bahwa dia eksentrik---seseorang yang hidup dalam dunianya sendiri. 

Ketika Anton dan Siska tiba di rumahnya untuk menginterogasi, Tuan Budi terlihat tenang, hampir acuh tak acuh terhadap fakta bahwa ada pembunuhan di properti miliknya.

"Kami mendengar bahwa rumah tua di pinggir hutan itu milik Anda, Pak Budi," kata Anton sambil menatap tajam ke arah pria tua itu. "Bisakah Anda memberi tahu kami di mana Anda berada pada malam pembunuhan?"

Tuan Budi menghela napas panjang sebelum menjawab. "Saya berada di luar kota, di rumah anak saya. Anda bisa mengeceknya. Saya tidak pernah mendekati rumah tua itu selama bertahun-tahun."

Anton mencatat jawabannya, tetapi merasa ada sesuatu yang aneh. Meskipun Tuan Budi memberikan alibi yang kuat---bahkan anaknya mengonfirmasi bahwa ayahnya bersamanya pada malam pembunuhan---Anton merasakan ada sesuatu yang disembunyikan oleh pria itu. 

Namun, tanpa bukti yang lebih jelas, mereka tidak bisa melakukan apa pun untuk menahannya.

Sambil memeriksa rumah Tuan Budi, Siska menemukan sesuatu yang menarik. Sebuah foto tua tergantung di dinding ruang tamu, memperlihatkan seorang pria yang sangat mirip dengan Tuan Budi berdiri di depan cermin yang sama dengan yang ditemukan di rumah tua. Di foto itu, cermin tampak baru, kilauannya memantulkan cahaya dengan sempurna.

"Ini cermin yang sama," gumam Siska sambil menunjukkan foto itu kepada Anton.

Anton memperhatikan foto itu dengan seksama. "Ini semakin menarik. Apakah mungkin ada hubungan antara cermin itu dan pembunuhan ini?"

Sementara itu, tim forensik melaporkan temuan penting. Mereka menemukan sidik jari yang tidak cocok dengan siapa pun yang dikenal korban atau pemilik rumah. 

Sidik jari itu tertinggal di cermin, seolah-olah seseorang baru saja menyentuhnya sebelum pembunuhan. Namun, ketika mereka memeriksa catatan sidik jari di database, tidak ada kecocokan. Sidik jari ini milik seseorang yang tidak ada dalam sistem, seseorang yang tak dikenal.

Anton berpikir keras. Satu-satunya jejak yang tertinggal adalah sidik jari di cermin, namun tidak ada petunjuk lain. Bagaimana pelaku bisa masuk dan keluar tanpa meninggalkan jejak lain? Apakah mungkin cermin ini menjadi kunci dari semuanya?

Saat Anton dan Siska berjalan keluar dari rumah Tuan Budi, Anton berhenti sejenak di depan pintu dan menatap langit yang mulai gelap. Pikiran-pikiran mulai bergolak di kepalanya. 

Pembunuhan ini terlalu bersih, terlalu teratur, seolah-olah pelaku tahu persis bagaimana melakukan kejahatan tanpa meninggalkan jejak yang bisa diikuti. Satu-satunya petunjuk nyata adalah cermin itu, benda yang tampak tidak berbahaya namun menyimpan rahasia yang menakutkan.

"Ini lebih rumit daripada yang terlihat," Anton berbicara pada dirinya sendiri, sementara Siska berjalan di sampingnya. "Kita harus mencari tahu siapa yang memiliki akses ke rumah itu dan siapa yang mungkin memiliki hubungan dengan Lisa."

Siska menambahkan, "Dan jangan lupa cermin itu. Sepertinya setiap petunjuk mengarah ke sana. Sidik jari yang tidak dikenal, dan kondisi cermin yang tidak masuk akal. Apa mungkin ini semua hanya kebetulan?"

Anton tersenyum tipis. "Tidak ada yang kebetulan dalam pembunuhan, Siska. Kita harus mengupas lebih dalam, dan saya yakin cermin itu memegang jawabannya."

Malam itu, Anton tidak bisa tidur. Pikiran tentang cermin terus menghantui kepalanya. Siapa yang meninggalkan sidik jari di sana? Apakah ada kaitan antara cermin itu dan kejadian di masa lalu? Semakin dalam dia berpikir, semakin besar rasa penasaran yang menghantui dirinya.

Di tengah malam, Anton memutuskan untuk melakukan sesuatu yang tak biasa. Dia mengambil dokumen-dokumen lama terkait rumah tua itu, menggali sejarahnya lebih dalam. 

Apa yang dia temukan adalah sesuatu yang mengejutkan: rumah itu dulunya milik seorang seniman eksentrik bernama Surya, yang tewas bunuh diri di depan cermin yang sama bertahun-tahun lalu. Cermin itu, katanya, memiliki "kekuatan" untuk menunjukkan bayangan dari dunia lain.

Pagi berikutnya, Anton memutuskan bahwa dia dan Siska harus kembali ke rumah tua itu. Mereka harus mengungkap rahasia cermin sebelum pembunuhan lain terjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun