"Iya, gak papa. Saya juga belum lama kok di sini. Silakan ini, dipesan dulu." Kusodorkan daftar menu kepadanya dan langsung disambut dengan kening berkerut.
"Pelayan di kedai ini robot semua ya, Bang?" tanyanya setengah berbisik. Entahlah. Mungkin takut terdengar oleh para robot itu. Eh?Â
"Bukan hanya pelayannya. Tapi penerima tamu di pintu depan sana dan para baristanya pun robot semua," sahutku sambil tersenyum.
"Oh!" Hanya itu yang akhirnya keluar dari mulut klienku yang laki-laki ini.
Ya, aku memang paling suka mengajak klien-klienku meeting dan diskusi di Robista. Selain tempatnya yang memang cozy, menu yang disajikannya--terutama kopinya--pun benar-benar membuat kita ketagihan. Buktinya, setiap klien yang kuajak ke sini selalu saja memberikan penilaian positif terhadap kedai kopi kekinian ini. Dan itulah yang membuatku makin betah berlama-lama di sini meskipun terkadang bisa menguras kantong juga.
"Oke. Bisa kita mulai ya sekarang, sambil menunggu pesanan tiba," ujarku seraya menyerahkan beberapa portofolio berisi beberapa contoh desain rumah hasil rancanganku sendiri. Tapi klienku ini segera saja menolak.
"Tunggu dulu, Bang. Istri saya kan belum datang. Dia bilang tadi lagi ada meeting dengan beberapa staf rumah sakit tempatnya bekerja. Maklumlah. Istri saya itu salah satu pemegang saham di rumah sakit yang dibangun oleh keluarganya sendiri. Dan kebetulan pula, istri saya itu seorang dokter."
Benar-benar pasangan yang wow, menurutku. Itulah kenapa sering diibaratkan bahwa jodohmu itu cerminan dirimu sendiri. Jadi, bila engkau bukan berasal dari kaum borjuis dan berpendidikan tinggi, maka jangan pernah bermimpi bakal mendapatkan jodoh dari kalangan seperti itu. Karena apa? Karena kisah-kisah itu hanya ada di serial drama Korea, sinetron Indonesia dan dongeng-dongeng ala Cinderella saja. Di kehidupan nyata? Hm, mungkin hanya terjadi sekitar 0.01%. Kenapa begitu? Ya, memang kenyataannya seperti itu.
***
Selang setengah jam menunggu dalam kegundahan, tiba-tiba saja muncul sesosok perempuan cantik, tinggi semampai, dengan mengenakan setelan blus corak kembang-kembang warna putih, rok span hitam polos panjang dan hijab corak monokrom. Sambil mencium tangan laki-laki berseragam TNI, dia pun menarik kursi di sebelah laki-laki tersebut dan mulai menyapa kami.Â
"Maaf ya, Bang, saya terlambat. Meeting tadi ternyata berjalan alot, sehingga membuat saya agak meradang. Makanya akhirnya saya putuskan saja untuk segera ke sini."