Mohon tunggu...
Alin You
Alin You Mohon Tunggu... Insinyur - Penyuka fiksi, khususnya cerpen dan novel.

PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) • Penulis Amatir • Penyuka Fiksi • Penikmat Kuliner • Red Lover Forever • Pecinta Kucing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Permintaan Hendra

12 November 2019   15:58 Diperbarui: 13 November 2019   05:05 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Usiamu kini udah menginjak kepala dua lho, Cha. Ingat! Itu tandanya kamu mesti lebih dewasa lagi. Jangan suka ngambek dan judes atuh, terutama ke aku...," belum sempat kamu menyelesaikan kalimat, mataku sudah melotot tajam ke arahmu. "Hehe, sori, Cha. Tapi yang aku katakan ini semata-mata demi kebaikan kamu juga kok. Mana ada nanti cowok yang mau dekat-dekat ama cewek judes dan ngambekan kayak kamu itu. Iya kan?"

Aku menghela napas panjang sambil tak henti-hentinya menatap arloji pemberianmu ini. Buku catatan Bioekologi yang sedianya tadi hendak kubaca ulang, hanya tergeletak lunglai di atas meja dudukku. Sedang aku sendiri lebih fokus ke arloji dan pintu masuk kelas.

Kini, waktu telah menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Dan itu berarti setengah jam lagi ujian Bioekologi akan segera dimulai. Tapi kamu belum juga menampakkan batang hidung. Ah, Hendra. Kamu di mana?

"Hei, galau amat Neng Geulis. Lagi nungguin siapa sih? Dari tadi kulihat kamu asyik bolak-balik melirik arloji dan pintu masuk aja," sapaan seseorang mau tak mau membuatku menghentikan aksiku dan menatap lawan bicaraku.

"Oh, kamu, Rob!" Entah mengapa, saat mengetahui siapa yang menyapaku barusan, tiba-tiba rasa ilfil itu muncul di permukaan. Aku jadi teringat ucapanmu terakhir kalinya saat berada di rumahku dua pekan silam.

"Iya, kenapa? Nggak suka ya aku sapa?" orang yang menyapaku tadi, yang ternyata Robin, balik bertanya kepadaku. "Btw, Hendra mana? Kok belum datang juga? Kalo gak salah, dia ngambil mata kuliah ini juga kan?" Mata Robin sibuk berkeliling mencari sosokmu, Ndra.

"Iya, Hendra belum datang," jawabku singkat sambil mencoba fokus kepada buku catatan yang ada di atas meja. Namun entah mengapa, pikiranku malah melayang kepadamu. Ah!

Jelang kedatangan Bu Selvi, dosen Bioekologi yang akan mengadakan ujian terhadap para mahasiswanya pagi ini, tiba-tiba saja gawaiku pun berbunyi. Sebuah chat WhatsApp (WA) dari nomer gawaimu muncul di situ.

"Kak Icha, ini Hari. Kita sekarang lagi ada di RS Singapura, Kak. Mohon doanya ya, Kak, Bang Hendra koma sejak kemaren. Udah dua tahun ini sebenarnya Abang menderita leukemia. Oya, ada pesan Abang untuk Kakak sebelum koma. Menikahlah dengan Mas Robin, Kak. Mas Robin itu sahabat Abang sejak kecil. Maaf, kalo Abang belum sempat cerita soal ini ke Kakak. Abang sangat mencintai Kakak dan ingin sekali melihat Kakak bahagia. Udah dulu, ya, Kak."

Usai membaca pesan WA itu, kurasakan tubuhku menjadi limbung. Pandanganku mengabur. Mataku berkunang-kunang. Sayup-sayup masih terdengar teriakan Robin dan beberapa teman yang panik melihatku. Sesaat kemudian, aku pun tak ingat apa-apa lagi.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun