Mohon tunggu...
Alin You
Alin You Mohon Tunggu... Insinyur - Penyuka fiksi, khususnya cerpen dan novel.

PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) • Penulis Amatir • Penyuka Fiksi • Penikmat Kuliner • Red Lover Forever • Pecinta Kucing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Permintaan Hendra

12 November 2019   15:58 Diperbarui: 13 November 2019   05:05 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pixabay.com

"Itu cita-cita lama, Icha sayang. Aku nggak yakin bisa mewujudkannya sekarang ini." Terdengar nada putus asa dalam kalimat yang kamu ucapkan.

"Cita-cita lama? Maksudmu?" Aku sampai mengerutkan dahi saat mendengar perkataanmu itu. Tapi, kamu hanya menggeleng.

"Sudahlah. Lupakan saja! Yang pasti saat ini aku hanya ingin temanku Icha ini tetap bisa melanjutkan hidupnya hingga menjadi ahli lingkungan seperti impiannya, walaupun tanpa ada aku di sisinya."

Hei! Apa maksudmu berkata seperti itu, Ndra? Aku tak paham. Apa kamu akan pergi meninggalkanku? Kenapa? Apa kamu bosan berteman denganku karena sikap childish-ku yang sering membuatmu jengkel? Atau apa?

Teman? Tiba-tiba aku terlonjak dibuatnya. Sungguh, kata itu semakin membuat batinku perih. Begitu ingin aku mengungkapkannya, tapi selalu saja tertahan. Dan kamu, Ndra, kurasakan perlahan kamu mulai menjauh dariku. Sikap tertutup dirimu membuatku serba salah. Apa yang sesungguhnya kamu sembunyikan dariku? Mengapa kamu enggan berbagi kepedihanmu denganku?

***

Senja nan temaram. Bias lembayung di kejauhan tampak redup dan tak cemerlang. Awan tersapu kabut tipis. Padahal hari masih menunjukkan pukul empat sore. Tapi entahlah, senja kali ini kurasakan begitu sendu dan mencekam.

Dari luar pagar rumahku terdengar suara motor sport yang berhenti tepat di depan rumah. Dan dalam pantulan keremangan senja, aku bisa menebak siapa dua sosok yang baru saja turun dari motor.

"Hei, Ndra. Masukin aja motornya. Kompleks ini lagi nggak aman soalnya," teriakku pada sosok yang masih setia di luar.

"Wah, wah, Kakak ipar curang nih. Masa cuma Bang Hendra aja yang disuruh masuk. Aku, adeknya yang ganteng dan calon adik iparmu ini malah dicuekin aja." Terdengar suara serak-serak basah khas laki-laki yang baru saja memasuki masa pubertas. Huek, pede amat tuh ABG (Anak Baru Gede), ngaku-ngaku sebagai calon adik iparku. Bukan, bukan karena dia mengetahui perasaanku terhadap abangnya. Tapi karena Hari--cowok ABG itu--tengah mengincar Tiwi, adik bungsuku.

"Iya, Hari ganteng. Silakan masuuukkk.... Rumah ini selalu terbuka lebar untukmu dan juga abangmu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun