Rizal menjentikkan jarinya dan tersenyum. “Nah, gitu dong. Gue mau minta tolong nih sama lu.”
“Eh?” Alisku terangkat sedikit. “Minta tolong apa?”
“Oke, begini ceritanya...”
Rizal pun akhirnya menceritakan masalah yang dihadapinya kemarin di Paramount TV. Terutama soal keinginan Abdul, si OB Betawi itu.
“Oh. Jadi, besok itu ultahnya Miss Diana, ya? Hm...”
Rizal mengangguk.
Kesempatan bagus, nih. Jadi gue bisa sekalian datang ke kantor Lala dengan wujud nyata. Ya, walaupun itu bukan tubuh gue, sih. Ah, semoga saja Lala sama sekali nggak menyadari akan hal itu.
“Hei, gimana? Bisa nggak lu?” tanya Rizal, mengagetkanku.
“Oke, deal. Gue bisa kok melakukannya. Soal Abdul dan Miss Diana itu beres, deh. Pokoknya lu tenang saja.”
“Tapi, ingat. Cuma sehari. Dan tak ada perpanjangan waktu,” ancam Rizal seraya melotot dan mengangkat telunjuk kanannya ke depan wajahku.
“Hahaha. Takut amat sih, lu.” Sengaja kusenggol tubuh laki-laki yang berdiri di hadapanku itu. Tapi ya, lagi-lagi hanya bias. Huh!