“Wah, dengan senang hati, Miss,” jawabku, nyengir. Siku tanganku iseng menyenggol perut Abdul dan segera dibalasnya dengan mata melotot.
“Materi berita akhir-akhir ini benar-benar membuat saya stress,” Miss Diana memulai curhatannya. Setelah menyesap teh dalam cangkirnya, ia pun menyandarkan punggung ke belakang kursi.
“Kesempatan langka, nih, Dul,” bisikku ke telinga Abdul. “temanin gih, gue mo keluar dulu. Mo ngecengin mbak-mbak resepsionis.”
Belum sempat Abdul protes, aku sudah berpamitan kepada Miss Diana.
“Miss, saya keluar sebentar, ya.”
“Lho, mo ke mana?” tanya Miss Diana, agak terkejut juga.
“Biasalah, mo ngontrol dulu. Kali aja ada yang butuh bantuan saya.” Kemudian aku melirik ke arah Abdul. “Miss Diana kalo mo ngadem di sini, monggo. Tuh ada Abdul yang nemenin.”
Miss Diana hanya mengangguk dan tersenyum.
Semenit kemudian aku pun mulai membuka engsel pintu dan keluar dari pantry.
***
Tapi baru saja beberapa langkah meninggalkan pantry, terdengar langkah tergesa dan seruan tertahan.