"Ya, nggaklah, An. Cewek di dunia ini kan bukan cuma Liani aja. Kan masih ada kamu...," goda Andrio yang seketika membuat wajah Anita berubah bak kepiting rebus.
"Wah, wah. Ternyata kalian itu diam-diam...," Arin tak lagi melanjutkan ucapannya. Tapi ekor matanya seolah menggoda Anita dan Andrio.
"Jangan bikin gosip, deh!" sergah Anita cepat, yang kemudian disusul ledakan tawa dari Arin, Pandu dan Andrio.
Ya, kami Atiga. Kami bertiga bersahabat dan kami pun pernah merasa jatuh. Tapi itu semua tak membuat kami terpuruk. Malah makin tegak berdiri, karena kami masih memiliki harapan hidup dan juga Tuhan.
***
Arin
Aku menggenggam tangan Pandu, seperti ia pernah menggenggamku saat aku putus asa, saat aku tidak diinginkan siapa-siapa. Meski aku masih belum menggenggam jawaban yang tepat untuk keluargaku, dari mana virus itu berasal. Aku hanya menduga, virus itu ada dalam darah salah satu teman yang menyelamatkan nyawaku saat kami ada kegiatan kampus di daerah terpencil. Tetapi, pantaskah aku menduga demikian kepada orang yang menyelamatkanku?
Hidup itu seperti kertas A3, Tuhan sudah membuat polanya. Hanya kita yang terkadang tak melihatnya, tidak menyadari, bahkan ingin menjadi tuhan dari setiap lembar hidup ini. Aku melirik Anita dan Andrio, bahasa tubuh mereka pun menegaskan bahwa mereka serupa keping puzzle yang saling menemukan dan melengkapi.
***
Tim JAW9:
Je Zee, Alin You, Willy Akhdes Agusmayandra.