Mohon tunggu...
Alin You
Alin You Mohon Tunggu... Insinyur - Penyuka fiksi, khususnya cerpen dan novel.

PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) • Penulis Amatir • Penyuka Fiksi • Penikmat Kuliner • Red Lover Forever • Pecinta Kucing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hanya Sebulan

25 Desember 2015   17:51 Diperbarui: 4 Januari 2016   20:23 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Hm... baiklah.Tapi Abah mohon, tolong jaga Ning baik-baik ya. Ning itu nggak punya sodara di Jakarta. Jadi cuma kamu yang bisa diandalkan Ning di sana."

Niko pun mengangguk mantap sambil tak lupa mencium takjim tangan Abah dan Ambu.

***

Sebulan berlalu sejak pesta pernikahan dilangsungkan dengan sangat meriah. Walaupun Ning awalnya tak setuju dengan pesta resepsi yang mewah dan meriah ini, tapi Niko memiliki alasan tersendiri.

"Aku hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Jadi, izinkanlah aku membagi kebahagiaan ini untuk semua keluarga dan orang-orang yang aku sayangi. Belum tentu pula aku masih bisa membahagiakan mereka kan?"

Dan Ning sama sekali tak mencium firasat saat itu. Baru kini, semua kenangannya bersama Niko menari-nari indah di pelupuk matanya.

"Ya Allah, jika inilah yang akan terjadi, kenapa Kau izinkan pula kami untuk menikah? Jika memang ini takdir-Mu, kenapa tak Kau beri Ning waktu yang lebih lama lagi bersama Niko. Kenapa hanya sebulan waktu yang Kau kasihkan buat kami mengecap kebahagiaan. Rasanya ini terlalu cepat, ya Allah. Dan Ning belum bisa terima ini."

Ning hanya bisa menangisi jasat Niko yang terbujur kaku di atas tikar pandan yang sebentar lagi akan mulai dikafani dan disholatkan.

"Kamu jahat, Niko. Kenapa kamu tak pernah memberitahu Ning tentang penyakit yang kauderita. Ya, tiga bulan memang bukan waktu yang panjang untuk kita saling mengenal. Tapi, jika dari awal kamu memiliki niat menjadikan Ning pendamping hidup, harusnya kamu bersedia membagi suka-dukamu kepada Ning kan?"

Sebuah sentuhan lembut di pundak Ning, menyadarkannya dari lamunan.

"Ayo, Ning. Kita minggir sebentar. Pak Ustadz hendak mengafani Niko dulu." Ibu mertua Ning membimbing Ning beranjak sejenak. Tapi Ning keukeh tetap berada di sana dan menyaksikan sendiri bagaimana Niko, sang suami, dikafani Pak Ustadz untuk kemudian dibawa ke mesjid terdekat untuk disholatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun