Ali Mutaufiq
Di era globalisasi yang semakin maju, tantangan dalam dunia profesi semakin kompleks. Perubahan teknologi yang pesat, mobilitas yang tinggi, serta perubahan pola pikir masyarakat menuntut para profesional untuk memiliki etika yang dapat menyeimbangkan kebutuhan duniawi dan spiritual. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk membentuk etika profesi yang baik adalah dengan mengintegrasikan maqashid syariah dalam perilaku profesi. Maqashid syariah, yang merujuk pada tujuan utama syariah dalam melindungi lima unsur dasar kehidupan manusia (agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan), memiliki relevansi yang kuat dalam membentuk etika profesi yang berlandaskan pada nilai-nilai Islam yang universal.
Maqashid Syariah dan Etika Profesi
Maqashid syariah memiliki lima tujuan utama yang meliputi: menjaga agama (hifz al-din), menjaga jiwa (hifz al-nafs), menjaga akal (hifz al-aql), menjaga harta (hifz al-mal), dan menjaga keturunan (hifz al-nasl). Integrasi maqashid syariah dalam pembentukan etika profesi adalah upaya untuk memastikan bahwa setiap tindakan profesional tidak hanya memenuhi standar teknis dan hukum, tetapi juga selaras dengan prinsip-prinsip moral dan spiritual dalam Islam.
1. Menjaga Agama (Hifz al-Din) dalam Etika Profesi
Islam mengajarkan bahwa setiap profesi, apapun itu, harus dilakukan dengan niat yang benar dan dalam kerangka ibadah kepada Allah. Oleh karena itu, seorang profesional harus menjaga integritasnya dalam menjalankan tugasnya, menghindari kecurangan, dan memastikan bahwa pekerjaan yang dilakukan tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Pendapat Ulama:
Imam Al-Ghazali dalam karya monumental Ihya' Ulumuddin menekankan pentingnya niat yang tulus dalam pekerjaan. Beliau mengatakan bahwa segala bentuk pekerjaan yang dilakukan dengan niat yang baik akan menjadi ibadah jika dilandasi dengan ketakwaan kepada Allah.
Ayat Al-Qur'an:
Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah [2:264]: