Ali Mutaufiq., S.E., M.M.,CAIA., CODS
Pendahuluan
Dalam kehidupan sosial, fitnah dan keburukan seringkali menjadi sumber konflik dan perpecahan. Oleh karena itu, Rasulullah SAW dan ajaran Islam mengajarkan umatnya untuk mengutamakan kebaikan dan menghindari fitnah. Fitnah tidak hanya dapat menghancurkan hubungan antar sesama, tetapi juga dapat merusak keharmonisan dalam masyarakat. Sebaliknya, mengutamakan kebaikan merupakan cara untuk memperoleh keridhaan Allah SWT dan menjaga kebersamaan umat. Artikel ini akan membahas tentang pentingnya mengutamakan kebaikan dan menghindari fitnah, dengan merujuk pada ayat Al-Qur'an, hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, serta pendapat para ulama.
1. Konsep Mengutamakan Kebaikan dalam Islam
Dalam Islam, kebaikan adalah nilai yang paling luhur dan menjadi tujuan utama dalam setiap perbuatan. Kebaikan tidak hanya terbatas pada amal ibadah, tetapi juga mencakup akhlak yang baik terhadap sesama, menjaga hak-hak orang lain, serta memberikan manfaat untuk masyarakat luas.
Ayat Al-Qur'an tentang Mengutamakan Kebaikan
Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah (2:195) berfirman:
"Dan belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari apa yang Kami berikan kepadamu, sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, lalu ia berkata: 'Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematianku) sedikit waktu lagi, supaya aku dapat bersedekah dan menjadi orang-orang yang shaleh.'" (QS. Al-Baqarah: 195)
Ayat ini mengajarkan pentingnya berbuat kebaikan dan bersedekah selama hidup masih diberikan kesempatan. Allah mendorong umat-Nya untuk mengutamakan kebaikan dan memperbanyak amal shaleh selama masih hidup, karena pada akhirnya setiap amal kebaikan akan memberi manfaat yang abadi.
Hadis tentang Mengutamakan Kebaikan
Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya, sebaik-baik di antara kamu adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain." (HR. Ahmad)
Hadis ini menegaskan bahwa kebaikan dalam Islam bukan hanya sekadar berbuat baik kepada diri sendiri, tetapi lebih utama adalah berbuat baik kepada orang lain. Rasulullah SAW menekankan bahwa seseorang yang memberi manfaat kepada orang lain adalah yang terbaik di mata Allah.
2. Fitnah dalam Perspektif Islam
Fitnah berasal dari bahasa Arab yang berarti ujian atau cobaan, namun dalam konteks sosial, fitnah sering merujuk pada tuduhan yang tidak benar, penyebaran informasi palsu, atau kata-kata yang bisa menyebabkan kerusakan atau permusuhan antar individu. Fitnah sangat dilarang dalam Islam, karena dapat merusak keharmonisan dan mengakibatkan kerusakan yang besar bagi masyarakat.
Ayat Al-Qur'an tentang Fitnah
Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hujurat (49:12):
"Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Adakah di antara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang telah mati? Maka tentu kalian merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat: 12)
Ayat ini dengan jelas melarang umat Islam untuk melakukan fitnah, menggunjing, atau mencari-cari aib orang lain. Allah menyamakan orang yang menyebarkan fitnah dengan orang yang memakan daging saudaranya yang telah mati, sebuah gambaran yang sangat buruk dan menjijikkan. Fitnah dapat merusak hubungan antar umat manusia dan mendatangkan dosa besar.
Hadis tentang Menghindari Fitnah
Rasulullah SAW bersabda:
"Barang siapa yang mengatakan kepada saudaranya 'Wahai kafir!', maka salah satu dari keduanya itu akan kembali kepada yang benar, jika tidak demikian maka perkataan itu akan kembali kepada orang yang mengatakannya." (HR. Muslim)
Hadis ini mengingatkan umat Islam untuk menjaga lisan dan tidak mudah menghakimi orang lain, karena fitnah dapat berakibat fatal. Rasulullah SAW mengajarkan agar kita tidak mengklaim atau menuduh seseorang dengan label yang buruk tanpa bukti yang jelas, karena hal ini dapat merusak reputasi dan menyebabkan perpecahan.
3. Pendapat Para Ulama tentang Kebaikan dan Fitnah
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya' Ulum al-Din menjelaskan bahwa fitnah adalah ujian yang dapat merusak hati seseorang, dan salah satu cara terbaik untuk menghindarinya adalah dengan mengutamakan kebaikan, yaitu dengan menahan diri dari berkata-kata buruk, dan selalu berusaha menyebarkan perdamaian serta saling menasihati dalam kebaikan.
Ibnu Hajar Al-Asqalani, seorang ulama besar, menjelaskan bahwa Rasulullah SAW sangat berhati-hati dalam perkataan dan perbuatan untuk menghindari fitnah, terutama dalam menghadapi orang-orang yang bermaksud jahat. Menurutnya, seorang Muslim harus berusaha untuk tidak terlibat dalam gosip atau menyebarkan berita yang belum tentu kebenarannya.
Imam Nawawi dalam kitab Al-Minhaj menegaskan bahwa perbuatan baik harus dimulai dengan hati yang bersih dan niat yang ikhlas. Menghindari fitnah adalah bagian dari menjaga diri agar tidak terjerumus dalam dosa besar yang dapat merusak hubungan sosial.
4. Mengutamakan Kebaikan untuk Mencegah Fitnah
Dalam ajaran Islam, mengutamakan kebaikan adalah cara yang paling efektif untuk menghindari fitnah. Jika setiap individu berusaha untuk berbuat baik, saling menghormati, dan menjaga ucapan, maka fitnah akan lebih mudah dihindari. Rasulullah SAW bersabda:
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa berkata-kata dengan bijak dan tidak menyebarkan keburukan adalah cara terbaik untuk menjaga keharmonisan dan mencegah fitnah.
Kesimpulan
Islam mengajarkan pentingnya mengutamakan kebaikan dan menghindari fitnah dalam kehidupan sosial. Mengutamakan kebaikan berarti memberikan manfaat bagi orang lain, berusaha berbicara dengan penuh kasih, dan melakukan perbuatan yang mengarah pada kebaikan bersama. Menghindari fitnah berarti tidak menyebarkan kebohongan, tidak menggunjing, dan menjaga lisan dari perkataan yang dapat merusak keharmonisan.
Dari ayat Al-Qur'an, hadis-hadis Rasulullah SAW, dan pendapat para ulama, kita dapat menarik kesimpulan bahwa untuk menciptakan masyarakat yang harmonis, setiap individu harus berusaha untuk menjaga akhlak, berbicara dengan baik, dan selalu mengutamakan kebaikan dalam setiap tindakan.
Referensi
- Al-Qur'an Surah Al-Baqarah (2:195)
- Al-Qur'an Surah Al-Hujurat (49:12)
- Hadis Riwayat Ahmad
- Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim
- Al-Ghazali, Ihya' Ulum al-Din
- Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath al-Bari
- Imam Nawawi, Al-Minhaj
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H