Diam: Antara Penakut dan Penyanderaan Moral
Ketika seseorang memilih untuk diam dalam menghadapi kemungkaran, pertanyaan yang muncul adalah: apa yang sebenarnya mendasari pilihan tersebut? Apakah mereka penakut yang ingin mencari aman, atau justru tersandera oleh keburukan yang serupa?
Menurut Yudi Latif, seorang cendekiawan dan pakar etika, "diam dalam menghadapi kemungkaran bisa jadi adalah bentuk dari ketakutan akan konsekuensi pribadi, atau lebih buruk, karena keterlibatan dalam praktik-praktik yang sama. Ini adalah bentuk dari penyanderaan moral, di mana seseorang merasa tidak memiliki keberanian untuk bersuara karena tangannya sendiri sudah kotor. Sikap ini sangat berbahaya karena tidak hanya membiarkan kemungkaran terjadi, tetapi juga memberikan legitimasi bagi para pelakunya."
Kesimpulan: Waktunya Bersikap Tegas
Dalam kondisi di mana korupsi dan pungli telah mencapai tingkat yang sangat merusak, sikap diam bukan lagi pilihan yang dapat diterima. Kritik keras dan emosional dalam melawan kemungkaran bukanlah tindakan yang tidak rasional, melainkan ekspresi yang sangat rasional dari rasa keadilan.Â
Emosionalitas dalam konteks ini harus dilihat sebagai alat untuk menumbuhkan keberanian dan tekad dalam memperjuangkan kebenaran. Seperti yang ditegaskan oleh para ahli hukum dan agama, diam dalam menghadapi kemungkaran adalah bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai moral dan keadilan. Sudah saatnya kita semua bersikap tegas dan bersatu dalam melawan kejahatan luar biasa yang mengancam masa depan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H