Mohon tunggu...
Ali Musri Syam
Ali Musri Syam Mohon Tunggu... Sekretaris - Belajar Menulis

Pekerja, menyukai sastra khususnya puisi, olahraga khususnya sepakbola, sosial politik. Karena Menulis adalah cara paripurna mengeja zaman, menulis adalah jalan setapak menjejalkan dan menjejakkan kaki dalam rautan sejarah, menulis menisbahkan diri bagi peradaban dan keberadaban. (Bulukumba, Makassar, Balikpapan, Penajam Paser Utara) https://www.facebook.com/alimusrisyam https://www.instagram.com/alimusrisyam/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Arum Jeram Unik

7 Juni 2022   08:28 Diperbarui: 7 Juni 2022   08:30 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arum Jeram Unik

Pada saat kecil, Aku sering bermain-main di sungai, bersama teman-teman menikmati waktu sepanjang hari.

Di sungai, aneka permainan kami lakoni; berenang, mencari ikan, mengumpulkan batu dan menampung pasir.

Namun ada satu permainan yang paling berkesan kami nikmati.

Jika musim hujan tiba, dan arus air lebih deras, kami membuat perahu unik.

Sekira empat atau lima batang pohon pisang kami anyam. Pohon-pohon itu kami satukan dengan menusuknya pakai kayu kecil lalu kami eratkan dengan akar kayu sebagai temali.

Maka jadilah perahu batang pisang yang ciamik.

Setelah jadi, kami menyeretnya ke pinggir sungai, lalu dengan teratur kami naik ke punggungnya. Mengatur posisi, menyeimbangkan tubuh hingga presisi.

Perahu itu pun menyusur pinggir sungai dengan pelan, lalu setelah tiba di tengah sungai ia meluncur dengan cepat, kami berusaha sekuat tenaga agar tetap dalam posisi duduk masing-masing, agar perahu tak terbolak-balik.

Sepanjang perjalanan menyusuri arus sungai yang cukup deras, kami menikmati suasananya, tak ada rasa takut, seperti atlet arung jeram, seolah kami sudah ahli.

Perahu terombang ambing, seperti terjadi turbulensi membuat kami seringkali terpontang panting, bahkan sesekali ada yang tercebur ke sungai.

Ketika sampai ke hilir, titik yang kita tentukan, kita berhenti, lalu mengangkat perahu itu ramai-ramai kembali ke hulu sungai.

Itu kita lakukan berulang-ulang, tak ada rasa lelah, capek atau bosan. Terkadang kita berhenti jika suara azan magrib memanggil atau ibu datang memarahi.

Penajam Paser Utara, 7 Juni 2022

Ali Musri Syam Puang Antong

Baca Juga Puisi Sebelumnya: Wahai Sungai Aare

Puisi Pilihan: Gelaran Bergengsi Nan Mendunia

Puisi Pilihan Lainnya: Jika Aku Pemilik Startup

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun