Yang ketiga adalah Menggerakkan, point ini akan menjadi sulit jika dua kata yang sebelumnya belum terbangun dengan kokoh dan baik.
Kata menggerakkan berhubungan erat dengan memobilisasi orang lain agar ikut bergerak dengan apa yang di lakukan sang penggerak.Â
Bagaimana dia bisa menggerakkan jika dia sendiri belum percaya diri, tidak punya skill cukup, komunikasi buruk bahkan dia sendiri juga belum melakukan hal yang krusial di dalam kelas, belum melakukan perubahan-perubahan kecil di kelas dsb.Â
Menggerakkan dan menstimulasi orang lain harus didasarkan dengan contoh, data, dan pengalaman yang cukup agar orang lain juga ikut melihat atau bahkan meniru atas apa yang dia lakukan.
Berhadapan dengan Guru MagerÂ
Partisipasi kepala sekolah sebagai penentu kebijakan sekolah sangat dirangkul dalam program guru penggerak karena jika hal tersebut tidak dilakukan maka dapat dipastikan semua program guru penggerak tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Bahkan pada lokakarya ke 0 semua kepala sekolah dihadirkan untuk membangun komitmen bersama agar berjalan baik kedepannya.Â
Namun apakah ketika kepala sekolah merestui semua akan berjalan dengan baik? jawabannya belum tentu. Kenapa? karena selain kepala sekolah, guru penggerak juga berhadapan dengan para guru yang mempunyai karakter yang berbeda-beda.
Tantangan untuk membuat perubahan bukanlah hal mudah, terlebih dari rekan guru yang telah berasumsi buruk dan tidak mau digerakkan karena telah terlanjur nyaman dengan keadaan yanga ada.Â
Tantangan yang lebih besar adalah ketika guru penggerak  masih berusia muda dan dipadnag junior oleh para guru lainnya maka hampir dipastikan pergerakannya akan lebih terbatas.Â
Bahkan kepala sekolah yang tidak menguasai keadaan yang ada juga kadang tidak di pandang oleh beberapa guru yang merasa senior ini karena mungkin di padang pengalamannya yang kurang.
Sebenarnya mental-mental buruk tersebut sudah lama `bertengger` di dalam guru-guru yang masih old fashion dan hal  itu membutuhkan reformasi mental yang tidak mudah.Â