Hai, kenalin namaku Alimah Faqihah biasa di panggil Alimah. Aku adalah mahasiswa Pertukaran Mahasiswa Merdeka, aku berasal dari Universitas Muhammadiyah Sorong. Dan melanjutkan semester 3 di Universitas Hasanuddin.
Pada awalnya aku tidak menyangka akan mengikuti program ini, aku ingat sekali pada saat awal pengisian data diri bukan aku yang mengisinya, kata temanku "kamu ikut program ini saja supaya kamu punya ambisi"
Aku tidak tahu apa hubungan diantaranya tapi saat itu aku mengiyakan, karena aku percaya bahwa aku tidak mungkin lolos di program ini.
Sementara menunggu hasil, aku hanya melakukan kegiatan seperti biasanya, hingga pada suatu hari (ini mungkin agak sedikit lucu) pulang dari kampus aku meminta izin kepada mama kalau aku mau keluar bareng teman posisinya saat itu sudah menunjukkan pukul 18.00 dan aku hanya diizinkan sampai pukul 19.00.
Namun pada pukul 19.00 aku tidak langsung pulang aku masih nongkrong hingga jam menunjukkan pukul 21.00, pada saat itu mama sudah menelefon ku berkali-kali namun aku sengaja tidak mengangkatnya.
Setibanya di rumah temanku menyampiri mamaku entah untuk apa mungkin hanya basa basi karena telah memulangkan anak gadisnya  pada malam hari.
Sementara berinteraksi aku melihat notifikasi di handphone bahwa hasil seleksi PMM telah keluar, dan aku melihatnya pada saat itu aku kaget banget karena aku dinyatakan lolos di Universitas Hasanuddin.Â
Setelah temanku pulang, aku tahu pasti aku bakal dimarahi karena pulang telat namun aku melihatkan hasil PMM kepada mamaku.
Mamaku saat itu senang dan tidak jadi memarahiku karena terharu karena anaknya bisa lolos program PMM. Dan aku bebas dari ocehan mamaku. Mungkin itu sedikit perkenalan dari aku.
Tentunya sebelum aku  menginjakkan kaki di tanah Makassar, ada ekspektasi yang bersiuran dikepala ini, terlebih kampus yang akan aku tempati untuk menimba ilmu selama 1 semester ke depannya.
"Pasti anak Unhas stylish semua"
"Pasti anak Unhas sombong semua karena mereka dari kampus yang bagus," itu adalah ekspektasi yang bersiuran di kepala.
Bukan hanya ekspetasi saja yang aku pikirkan, namun juga banyak kekhawatiran yang aku pikirkan, apakah aku bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar?Â
Apakah ada yang mau berteman denganku? Bagaimana kalau mereka tidak nyaman denganku? Apakah aku bisa menangkap pelajaran dengan baik". Dan masih banyak lagi kekhawatiran yang kupikirkan.Â
Selama perjalanan meninggalkan kota yang menjadi sanksi masa kecil, dengan perasaan senang, takut, dan gugup yang bercampur menjadi satu kesatuan.
Aku berusaha memantapkan langkah untuk tetap maju sambil menengok kebelakang "Apakah ada yang tertinggal?".Â
Menguatkan langkah bahwa apa yang telah aku pilih adalah pilihan yang baik, tidak boleh ada keraguan didalamnya. Ini bukan pertama kalinya aku pergi, namun rasa takut dan ragu muncul setiap langkahnya.
Namun, aku memiliki teman yang selalu menyakinkanku bahwa pengalaman seperti ini tidak semua orang bisa dapatkan.
****
Akhirnya aku telah menginjakkan kaki di tanah Makassar, salah satu kota metropolitan terbesar di Indonesia Timur.Â
Tak pernah terbayang di benak bahwa aku akan menempuh pendidikan di kota orang, menjadi tamu di universitas terbaik se-Indonesia Timur, sebuah kehormatan dapat lolos di salah satu universitas terbaik di Indonesia .
Setibanya aku di bandara Sultan Hasanuddin bersama teman-teman dari Sorong, kami menyusuri jalan menuju tempat pengambilan bagasi, dan beberapa kali kami salah tempat pengambilan.
Setibanya kami di tempat kedatangan kami masih menunggu teman-teman yang lain yang akan mendarat dari Ternate, saat itu kami menunggu sekitar 1 jam-an. Waktu yang cukup lama menunggu, setiap detiknya aku hanya memikirkan kasur dan makan.Â
Tak ada yang berubah dari Makassar dari terakhir aku lihat. Masih sama panasnya, macetnya, pengemis di pinggir jalan, orang-orang yang membantu menyebrang tak ada yang berubah semua penempatannya masih sama. petualangan yang panjang menantiku di depan sana.Â
Di sini lah aku di depan tempat yang aku akan tinggal selama di Makassar pondok madinah namanya, aku ditempatkan di lantai 1 kamar 8. ku buka pintu kamar wajah-wajah asing menyambutku "semoga mereka orang-orang yang asik" gumamku.
***
Hari sabtu pada minggu awal di Unhas kelas modul nusantara kesan pertama yang cukup buruk untuk diingat kembali. merasakan suasana baru di kelas dimana aku tidak mengenal siapa pun adalah suatu hal yang menyiksa bagiku,
Tidak banyak yang aku kenal dalam kelas pertama modul ku kalau bisa dibilang aku cuma mengenal seorang di kelas modulku. Cukup miris untuk diingat kembali pandangan pertama yang aku berikan kepada teman-teman kelas modulku.
sore itu adalah para nelayan yang beristirahat selepas menangkap ikan, bercanda gurau satu sama lain, pemandangan yang damai ditemani senja yang memanjakan mata.Â
Wisata kemaritiman pertama adalah pelabuhan Poetere. sama seperti sebagaimana fungsi pelabuhan pada umumnya yaitu bongkar muat barang, perdagangan dan keberangkatan penumpang. yang aku ingat padaWarna orange yang gagah bertahta di langit seperti tak ada yang dapat menggantikannya didampingi dengan suara lembut ombak yang menenangkan hati.
Tak mampu lagi aku berkata-kata dengan ciptaan tuhan yang saling adu rayu, menyombongkan diri bahwa mereka adalah pasangan teromantis di jagat raya. Ah, iri rasanya melihat sesuatu yang tak bisa menyatu saling berdampingan menciptakan keindahan tiada tara.
Sore itu kami menjumpai salah satu nelayan di sekitar pelabuhan, pak Reza namanya (nama samaran).. salah satu nelayan yang telah berlayar lebih dari 10 tahun berlayar melalang buana menyusuri lautan Sulawesi.
tidak banyak yang aku ingat tentang apa yang di bicarakan aku tidak begitu menyimak apa yang disampaikan beliau. tapi yang pastinya ada alasan dibalik pertemuan kami pada sore itu, mungkin akan kita ketahui di masa yang akan datang.
***Â
Wisata kemaritiman kedua aku berlayar ke pulau kodingareng, bersama teman sekelompok kami menjelajahi pulau kodingareng, melihat kehidupan masyarakat di pulau, berbincang dengan nelayan, dan menikmati  keindahan alam lautnya. Tidak ada yang tidak indah dari sudut pulang ini, semua indah seperti tuhan melukisnya di atas kanvas putih tanpa noda.
Tuhan melukisnya dengan kehati-hatian dan penuh akan makna, namun pagi itu aku melihat 1 manusia yang menumpahkan warna cat yang berbeda, aku melihat manusia itu mengotori laut indah yang telah tuhan lukis sedemikian rupa agar enak dipandang mata.Â
Dan kemudian sorot mataku mendung aku bertanya dalam benak  "Mengapa ada manusia yang sejahat itu kepada laut? apakah dia tidak mengetahui adanya kehidupan di bawah sana?" hatiku miris melihatnya.Â
Baik lewatkan bagian yang sedih, hari ini adalah hari yang paling aku tunggu akhirnya aku bisa ke pulau lagi, dan untuk pertama kalinya aku trip bareng dengan teman-teman tanpa rasa khawatir dicariin orang tua.
Pada hari Sabtu di dermaga Kayu Bangkoa, dibawah teriknya matahari, mulai tercium aroma tidak sedap entah itu dari amisnya ikan atau amisnya keringat para pengunjung yang berdesakan menaiki kapal. Pada siang itu yang aku pikirkan hanya duduk dengan nyaman dengan harapan aku tidak mual ketika kapal telah berlayar.
Siang itu ketika berlayar arus ombak cukup kencang, angin berhembus menerpa wajahku dengan raut wajah yang tetap stay cool menahan mual yang mendera.Â
Tak ada yang lebih menyiksa daripada menahan muntah dengan mencium bau anyirnya ikan, rasa ini sudah tak terbendung lagi yang aku bisa hanya menutup mata sambil berfikir positif bahwa semua akan baik-baik saja.
Setibanya di pulau rasa yang kurasakan adalah rasa panas yang saat membakar kulit, tetesan keringat sebesar biji  jagung mengalir tanpa henti  membuat hawa panas menjadi panas berbaur dengan bau-bau keringat yang menyengat hidung.Â
Pikiranku berubah, satu yang ku inginkan saat ini yaitu tidur dengan nyaman, sekilas aku merindukan kamarku yang ternyaman . kami berjalan menyusuri  jalan-jalan rumah warga menuju rumah yang akan kami tempati untuk sementara.
Neneknya Amanda, rumah yang akan kami gunakan untuk tempat makan, kami dijamu dengan makanan yang enak dan disambut baik oleh keluarganya, selepas makan kami beristirahat sebentar untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya. Dan rasanya saat itu sangat panas, tapi tidak boleh mengeluh harus tetap happy kiyowo.
Sore itu kami berbincang dengan salah satu nelayan yang luar biasa menurutku, pengalaman berlayar yang sangat tidak biasa aku dengar dari pernah ditangkap polisi laut, hingga kapal yang terbalik. "Wow" hanya itu yang aku bisa keluarkan dari bibirku.
Selepas kami berbincang dengan nelayan kami melanjutkan perjalan kami menyusuri pulau menuju pantai. sepanjang jalan kami berbincang mengakrabkan diri satu sama lain, bercanda gurau saling mengejek yang ada di dalam benakku saat itu adalah "Ternyata mereka pada lucu-lucu yah".Â
Setibanya kami di pantai aku memilih untuk sedikit menjauh untuk menikmati sore sendiri, Tidak ada yang lebih menyenangkan dibandingkan duduk di atas pasir putih lembut, sambil memandang  matahari yang perlahan meninggalkan tahtanya, duduk sendiri melihat kebahagian  kawan-kawan yang senang dengan bermain bola, mencari kerang, maupun mengabadikan setiap moment dipulau ini.
Sore itu adalah obat bagiku, obat akan lelah dan letihku. senja kedua yang aku lihat di makassar. Senja  selalu saja indah dipandang mata, tak pernah ada kekecewaan yang dia berikan kepada penikmatnya namun keindahannya hanya sementara, mempertemukan dengan gelapnya malam tanpa bintang tetapi tetap masih menyombongkan diri seakan tidak ada yang dapat menggantikannya,Â
Sore itu kami menghabiskan waktu bersama dengan bermain, penutup hari yang indah ditemani rembulan yang mulai menampakkan dirinya menghempas semua sisa senja sore itu.
selepas dari pantai kami membersihkan diri, ibadah, lalu kemudian makan malam. malam ini kami tidur di rumah yang telah kami sewakan, nampaknya lumayan kokoh, cukup berdebu, sedikit gelap, dan yang paling penting adalah horor.Â
Cukup menakutkan sebenarnya tetapi karena kami rame rasanya tidak begitu menyeramkan (walaupun dalam hati tetap was-was siapa tahu setannya muncul).Â
Malam itu kami menutup malam dengan bermain game, membuat kami semakin dekat dan akrab, aku ingat pada malam itu salah satu teman kelasku baru mengenalku saat di pulau dan itu sangat mengejutkan bagiku karena game yang kami mainkan adalah memberikan perhatian lebih kepada nama yang kami dapat.
Pantas saja aku merasa tidak diperhatikan ternyata dia tidak mengenaliku (sebel banget sebenarnya dan shock juga), dan malam itu juga aku disuruh untuk lebih mengakrabkan diri dengan teman-teman modulku, baiklah aku akan mencoba. Malam makin menampakkan diri, kantuk pun tak mampu tuk dibendung waktunya kami mengistirahatkan jiwa-jiwa yang lelah.Â
Malam itu aku menyebutnya dengan "malam penuh drama" dari kasur yang penuh dengan semut hingga salah satu teman yang ketindihan, sebenarnya aku tidak tahu menahu tentang itu, aku mendengarnya dari teman-teman yang pada saat itu masih sadar jadi aku tidak akan cerita banyak.
Fajar mulai menampakkan diri, suara adzan mulai terdengar, ayam berkokok saling sahut menyahut menandakan hari telah berganti, pagi yang indah untuk meninggalkan pulau yang indah pula kami berpamitan kepada keluarga yang telah menyambut kami.Â
Pagi itu kami akan meninggalkan pulau dan kembali ke kota Makassar dengan segala realitanya. selamat tinggal kodingareng semoga kami mempunyai alasan untuk kembali berpijak di tanahmu.
***
Kemaritiman selanjutnya pantai Bosowa, salah satu pantai di bawah naungan perusahaan besar di Makassar. sore itu senja tak mampu lagi menyombongkan diri dikalahkan dengan turunnya hujan sore itu.
Ternyata itu menjadikan hari tersebut semakin redup mendukung dengan suasana  hati yang redup pula. kami menikmati sore itu dengan bercengkrama dan berlomba-lomba menghangatkan diri. melihat deburan ombak menari di atas lautan luas.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H