Bukan hanya ekspetasi saja yang aku pikirkan, namun juga banyak kekhawatiran yang aku pikirkan, apakah aku bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar?Â
Apakah ada yang mau berteman denganku? Bagaimana kalau mereka tidak nyaman denganku? Apakah aku bisa menangkap pelajaran dengan baik". Dan masih banyak lagi kekhawatiran yang kupikirkan.Â
Selama perjalanan meninggalkan kota yang menjadi sanksi masa kecil, dengan perasaan senang, takut, dan gugup yang bercampur menjadi satu kesatuan.
Aku berusaha memantapkan langkah untuk tetap maju sambil menengok kebelakang "Apakah ada yang tertinggal?".Â
Menguatkan langkah bahwa apa yang telah aku pilih adalah pilihan yang baik, tidak boleh ada keraguan didalamnya. Ini bukan pertama kalinya aku pergi, namun rasa takut dan ragu muncul setiap langkahnya.
Namun, aku memiliki teman yang selalu menyakinkanku bahwa pengalaman seperti ini tidak semua orang bisa dapatkan.
****
Akhirnya aku telah menginjakkan kaki di tanah Makassar, salah satu kota metropolitan terbesar di Indonesia Timur.Â
Tak pernah terbayang di benak bahwa aku akan menempuh pendidikan di kota orang, menjadi tamu di universitas terbaik se-Indonesia Timur, sebuah kehormatan dapat lolos di salah satu universitas terbaik di Indonesia .
Setibanya aku di bandara Sultan Hasanuddin bersama teman-teman dari Sorong, kami menyusuri jalan menuju tempat pengambilan bagasi, dan beberapa kali kami salah tempat pengambilan.
Setibanya kami di tempat kedatangan kami masih menunggu teman-teman yang lain yang akan mendarat dari Ternate, saat itu kami menunggu sekitar 1 jam-an. Waktu yang cukup lama menunggu, setiap detiknya aku hanya memikirkan kasur dan makan.Â