Mohon tunggu...
Muhammad Alif
Muhammad Alif Mohon Tunggu... -

Freelancer Writer who were confused by hurting love and beautiful scenes of Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Lampu Merah Kala Itu

22 Desember 2018   09:21 Diperbarui: 22 Desember 2018   09:39 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sepeda motor itu melaju dengan tenang

Menikmati indahnya lalu lintas kehidupan

Mungkin ia lupa siapa yang dibawanya

Ataupun siapa pemiliknya

Sampai ia juga lupa ada siapa di dunia

Bahkan pemiliknya juga menikmatinya

Meskipun macet yang menghadang

Baginya seolah tak ada hambatan

Ketika ia bersama orang yang dibelakangnya

Bahkan teriknya matahari terasa teduh

Ketika tangannya melingkar ke badan itu

Apalagi sang penumpang yang dengan nyamannya

Bersandar di punggung sang pengemudi muda itu

Ia tak peduli kulitnya terbakar oleh panas

Karena panas dikulitnya jelas kalah

Oleh jantungnya yang tak kuat menahan debaran

Yang semakin menjadi tiap meter yang dilewatinya

Tapi akhirnya lampu merah kala itu

Seolah membuat dunia mereka berhenti sejenak

Bahkan terlhat sekitar bergerak lambat

Oleh cepatnya sang waktu berputar

Sepasang mata saling menatap

Dan bibir tak kuasa berucap

Namun hati tetap berkata bahwa ia siap

Akhirnya lampu merah kala itu jadi saksi

Ketika bibir itu bersaksi

Untuk selalu bersama

Ketika bibir itu bersaksi

Untuk selalu mencinta

Ketika bibir itu bersaksi

Akan menjadi yang setia

Sama seperti Lampu merah kala itu

Dunia berhenti sejenak kala itu

Seperti menyala merahnya lampu itu

Hati berdegup dengan sangat kencang

Seperti kelap kelip kuningnya lampu itu

Namun bibir menjadi lebih siap

Memberi jalan hijaunya seperti Lampu

Lampu merah kala itu

Sama seperti lampu merah kala itu

Tidak mudah untuk selalu ada

Tidak mudah untuk selalu bertahan

Di tengah teriakan keluhan penumpang

Di tengah ketidakaturan lalu lintas


Sama seperti lampu ketika merah kala itu

Ia memisahkan jarak pengendara

Dengan batas waktu yang ia punya

Tapi apakah ia punya waktu yang cukup

Dengan batas yang ada

Bahkan apa ia siap dengan jarak yang ia pisahkan

Sama seperti hidupku saat ini

Untuk berjalan ke depan

Atau hidupku sama seperti lampu ketika kuning kala itu

Yang saat ini bingung untuk maju ataupun mundur

Atau  hidupku sesenang pengendara

Ketika ia diperbolehkan oleh lampu warna hijau kala itu

Untuk bertemu terakhir kalinya bersamanya

Tidak masalah

Karena ini sungguh menyiksa.

Biarlah jarak yang memastikan

Dan waktu yang menjawab semua ini.

Karena ku yakin waktu gaakan berbohong

Dan jarak ...

Biar ia menanggung resiko

Pada dasarnya entah salah siapa

Karena memberi jarak buat kita 

Namun terus selalu bersama.

Terimakasih, Lampu merah dan Sepeda Motor kala itu.

-kertodjajasenata

MKA requested.         

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun