Mohon tunggu...
alifiaputriazahara
alifiaputriazahara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Universitas Pamulang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ppn 12% Pada Tahun 2025: Kesiapan Indonesia Menuju Sistem Pajak Baru

25 November 2024   22:56 Diperbarui: 25 November 2024   23:22 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ABSTRAK

Pemerintah Indonesia merencanakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025, sebagai bagian dari reformasi perpajakan untuk meningkatkan pendapatan negara dan memperkuat sistem pajak yang lebih berkeadilan. Artikel ini membahas kesiapan Indonesia dalam menghadapi perubahan tersebut, mencakup dampaknya terhadap ekonomi, masyarakat, dan pelaku usaha. Penelitian ini juga mengkaji upaya pemerintah dalam membangun sistem administrasi pajak yang efisien, serta tantangan yang perlu diantisipasi untuk memastikan transisi yang efektif.

Kata Kunci: PPN 12%, Pajak baru, Tahun 2025, Indonesia. 

PENDAHULUAN

Pajak merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) memegang peranan penting sebagai salah satu jenis pajak tidak langsung yang memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara. Pemerintah Indonesia, melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), merencanakan kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada tahun 2025. Langkah ini merupakan bagian dari strategi reformasi perpajakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara sekaligus menyesuaikan kebijakan perpajakan nasional dengan praktik global dan kebutuhan ekonomi domestik.

Meskipun kebijakan kenaikan tarif PPN ini dinilai sebagai langkah strategis, penerapannya tidak terlepas dari tantangan. Di satu sisi, tarif PPN 12% diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara untuk mendukung pembiayaan pembangunan, termasuk infrastruktur dan pelayanan publik. Namun di sisi lain, kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran terhadap dampaknya pada masyarakat daya beli, terutama kelompok kehidupan rendah, serta keinginan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Selain itu, kesiapan administrasi perpajakan, termasuk digitalisasi dan kapasitas lembaga pajak, menjadi faktor kunci yang perlu diperhatikan agar kebijakan ini dapat berjalan efektif.

TUJUAN

Artikel ini bertujuan untuk memberikan analisis komprehensif terkait kesiapan Indonesia dalam menghadapi kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025. Pertama, artikel ini akan mengeksplorasi dampak yang mungkin timbul dari kebijakan tersebut terhadap berbagai aspek ekonomi, termasuk daya beli masyarakat, tingkat inflasi, serta keberlanjutan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi pilar utama ekonomi nasional.

Selain itu, artikel ini berupaya mengidentifikasi sejauh mana kesiapan administrasi perpajakan di Indonesia, khususnya dalam hal teknologi digital, pengelolaan data wajib pajak, dan kapasitas institusi perpajakan untuk mengelola transisi menuju tarif baru secara efektif. Pemerintah telah menunjukkan komitmen melalui berbagai inisiatif reformasi, namun tantangan teknis dan sosial tetap memerlukan perhatian serius. Artikel ini juga menyoroti pengalaman negara-negara lain yang telah menerapkan tarif PPN lebih tinggi. Pengalaman tersebut diharapkan dapat menjadi inspirasi untuk mengadopsi strategi terbaik yang sesuai dengan kondisi Indonesia.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan Metode Library Search atau biasa disebut sebagai studi kepustakaan yang bertujuan untuk menganalisis kesiapan Indonesia dalam menghadapi kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025. Studi kepustakaan dipilih karena metode ini memungkinkan peneliti untuk menghimpun, menganalisis, dan menginterpretasikan berbagai data sekunder yang relevan secara komprehensif.

Proses analisis dilakukan melalui pengelompokan data berdasarkan tema utama, yaitu dampak ekonomi, kesiapan administrasi perpajakan, kebijakan mitigasi, dan pembelajaran dari negara lain. Data kemudian diinterpretasikan secara deskriptif dan dibandingkan dengan pengalaman internasional untuk mendapatkan pandangan yang lebih komprehensif. Hasil analisis ini digunakan untuk merumuskan rekomendasi strategis bagi pemerintah guna memastikan transisi yang lancar menuju tarif PPN 12% tanpa mengganggu stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

HASIL DAN PEMBAHASAN 

Dampak Ekonomi dari Kenaikan Tarif PPN 12%

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% diproyeksikan memberikan dampak signifikan pada berbagai aspek ekonomi. Dari sisi daya beli masyarakat, peningkatan tarif ini berpotensi menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa. Hal ini terutama akan dirasakan oleh kelompok berpenghasilan rendah yang mengalokasikan sebagian besar pendapatannya untuk kebutuhan pokok. Dampak ini dapat diminimalkan jika pemerintah memastikan program perlindungan sosial, seperti bantuan langsung tunai, dilaksanakan secara efektif dan tepat sasaran.

Di sisi lain, kenaikan tarif ini juga berpotensi memberikan tekanan inflasi. Studi menunjukkan bahwa efek inflasi cenderung bersifat sementara, seperti yang dialami Filipina saat menaikkan tarif pajaknya. Namun, stabilitas harga tetap memerlukan pengawasan ketat untuk mencegah dampak berkepanjangan. Bagi pelaku usaha, terutama UMKM, kebijakan ini menjadi tantangan karena kenaikan harga barang dapat menurunkan daya beli konsumen.

Kebijakan Pemerintah

Pemerintah telah merancang langkah-langkah mitigasi untuk meminimalkan dampak negatif kenaikan tarif PPN. Salah satunya adalah program bantuan sosial untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Program ini bertujuan menjaga daya beli masyarakat agar tidak terlalu terdampak oleh kenaikan harga barang.

Selain itu, insentif pajak bagi UMKM juga menjadi salah satu strategi penting untuk mendukung keberlanjutan usaha kecil di tengah transisi tarif ini. Pemerintah juga meningkatkan sosialisasi mengenai manfaat kenaikan PPN untuk mendukung pembangunan nasional, seperti infrastruktur dan layanan publik, guna meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap kebijakan tersebut.

Kesiapan Administrasi Perpajakan Di Indonesia

Dalam hal kesiapan administrasi perpajakan, pemerintah Indonesia telah menunjukkan kemajuan, khususnya melalui digitalisasi sistem perpajakan seperti penerapan Core Tax Administration System (CTAS). Sistem ini memungkinkan pengelolaan data wajib pajak yang lebih efisien dan transparan. Namun, tantangan masih ada, terutama di daerah dengan infrastruktur teknologi yang belum memadai. Selain itu, literasi perpajakan di kalangan pelaku UMKM masih menjadi kendala, mengingat banyak usaha kecil yang belum memahami sepenuhnya kewajiban perpajakan mereka. Pengawasan dan penegakan hukum juga menjadi perhatian. Kenaikan tarif berisiko meningkatkan praktik penghindaran pajak, sehingga diperlukan penguatan pengawasan dan mekanisme penegakan hukum yang lebih tegas.

Hubungan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% Dengan Pendidikan Pancasila

Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dapat dipahami dalam konteks Pendidikan Pancasila, khususnya terkait dengan Sila Kedua Pancasila, yaitu "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab." Sila ini menekankan pentingnya perlakuan yang adil dan beradab terhadap sesama, serta mengutamakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Penerapan kenaikan PPN dapat dilihat sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk memperkuat pendapatan negara, yang pada akhirnya akan digunakan untuk berbagai program pembangunan, termasuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mencapai keadilan sosial dengan memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui penyediaan layanan publik yang lebih baik. Dari perspektif Sila Kedua, PPN yang lebih tinggi harus dipastikan tidak memberatkan kelompok masyarakat berpendapatan rendah, yang lebih rentan terhadap dampak kenaikan harga barang dan jasa. Oleh karena itu, kebijakan ini perlu diiringi dengan langkah-langkah mitigasi, seperti pemberian bantuan sosial dan insentif pajak bagi UMKM, agar tidak menciptakan ketimpangan sosial yang lebih besar.

Selain itu, keadilan sosial juga mengharuskan bahwa hasil dari penerimaan PPN yang lebih tinggi harus dialokasikan secara adil untuk kemajuan bersama. Misalnya, dengan meningkatkan anggaran untuk pendidikan dan kesehatan, yang merupakan hak dasar setiap warga negara dan bagian dari upaya menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dan beradab. Dengan demikian, meskipun kenaikan PPN berpotensi menambah beban bagi sebagian kalangan, jika dikelola dengan tepat, kebijakan ini bisa menjadi sarana untuk menciptakan keadilan sosial yang lebih merata, sejalan dengan prinsip-prinsip Sila Kedua Pancasila.

KESIMPULAN

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada tahun 2025 adalah langkah strategis dalam reformasi perpajakan untuk meningkatkan penerimaan negara dan mendukung pembangunan. Meski berpotensi memicu kenaikan harga dan menekan daya beli masyarakat, dampak ini dapat diminimalkan melalui kebijakan pendukung, seperti bantuan sosial, insentif bagi UMKM, dan penguatan literasi perpajakan.

Keberhasilan kebijakan ini juga bergantung pada kesiapan administrasi perpajakan, infrastruktur teknologi, serta transparansi pemerintah dalam pengelolaan pajak. Dengan pelaksanaan yang terencana dan evaluasi yang berkelanjutan, kebijakan ini dapat memberikan manfaat besar bagi stabilitas fiskal dan pembangunan ekonomi Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun