Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dapat dipahami dalam konteks Pendidikan Pancasila, khususnya terkait dengan Sila Kedua Pancasila, yaitu "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab." Sila ini menekankan pentingnya perlakuan yang adil dan beradab terhadap sesama, serta mengutamakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penerapan kenaikan PPN dapat dilihat sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk memperkuat pendapatan negara, yang pada akhirnya akan digunakan untuk berbagai program pembangunan, termasuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mencapai keadilan sosial dengan memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui penyediaan layanan publik yang lebih baik. Dari perspektif Sila Kedua, PPN yang lebih tinggi harus dipastikan tidak memberatkan kelompok masyarakat berpendapatan rendah, yang lebih rentan terhadap dampak kenaikan harga barang dan jasa. Oleh karena itu, kebijakan ini perlu diiringi dengan langkah-langkah mitigasi, seperti pemberian bantuan sosial dan insentif pajak bagi UMKM, agar tidak menciptakan ketimpangan sosial yang lebih besar.
Selain itu, keadilan sosial juga mengharuskan bahwa hasil dari penerimaan PPN yang lebih tinggi harus dialokasikan secara adil untuk kemajuan bersama. Misalnya, dengan meningkatkan anggaran untuk pendidikan dan kesehatan, yang merupakan hak dasar setiap warga negara dan bagian dari upaya menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dan beradab. Dengan demikian, meskipun kenaikan PPN berpotensi menambah beban bagi sebagian kalangan, jika dikelola dengan tepat, kebijakan ini bisa menjadi sarana untuk menciptakan keadilan sosial yang lebih merata, sejalan dengan prinsip-prinsip Sila Kedua Pancasila.
KESIMPULAN
Kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada tahun 2025 adalah langkah strategis dalam reformasi perpajakan untuk meningkatkan penerimaan negara dan mendukung pembangunan. Meski berpotensi memicu kenaikan harga dan menekan daya beli masyarakat, dampak ini dapat diminimalkan melalui kebijakan pendukung, seperti bantuan sosial, insentif bagi UMKM, dan penguatan literasi perpajakan.
Keberhasilan kebijakan ini juga bergantung pada kesiapan administrasi perpajakan, infrastruktur teknologi, serta transparansi pemerintah dalam pengelolaan pajak. Dengan pelaksanaan yang terencana dan evaluasi yang berkelanjutan, kebijakan ini dapat memberikan manfaat besar bagi stabilitas fiskal dan pembangunan ekonomi Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H